WALAUPUN para pasukan sabotase menyadari kekuatan senjata Lasykar Rakyat tidak memadai untuk melawan musuh yang memiliki persenjataan cukup lengkap dan jumlah pasukan cukup banyak, namun pasukan Ahmad Nurdin Lubis CS sudah putuskan tekad tak akan mundur setapak jua dan mereka sudah siap berjihad walau nyawa harus berpisah dengan badan.
Saat itu wajah Simpang kawat, 4 Agustus 1947 mendadak menjadi merah dan tegang. Pasukan Belanda mendarat darurat dari arah kisaran menuju Tanjungbalai melewati Simpang kawat.

Mereka tak dapat melancarkan perlawanan dan hanya membayangkan bahwa Tanjungbalai sebentar lagi akan menjadi rata dengan tanah disapu bersih oleh Belanda, namun dengan bijak Lettu Ahmad Nurdin Lubis berhasil memberikan sugesti kepada anggotanya, agar dalam situasi segala apapun harus bersikap tenang dan jangan kalut kemudian jangan lupa kepada Allah SWT.

Dengan semangat yang berapi-api, mereka berusaha sekuat tenaga untuk menyusun kekuatan dengan mengumpulkan pasukan merah putih dari mana saja yang melintas di Simpang kawat agar mau bergabung dan apabila mereka ada yang enggan bergabung harus menyerahkan senjatanya dan mereka boleh pergi kemana saja namun harus tetap sebagai pejuang mempertahankan kemerdekaan.

Di hari yang sama, sekitar pukul 4 sore pasukan sabotase berhasil menambah pasukan sehingga menjadi 32 orang. Untuk mencari anggota pasukan dan perbekalan, Lettu Ahmad Nurdin Lubis dibantu kawan-kawan pasukan sabotase Simpang Kawat berangkat pada malam hari ke Pulau Raja untuk meminta bantuan dari Raja Kahar, Camat Pulau Rakyat (dulu bernama Pulau Raja) dan Hamid Pardede.

Setelah mendapat bantuan dan jaminan tambahan pasukan serta pembekalan secukupnya, mereka kembali ke Simpang Kawat pada pagi hari 5 agustus 1947.

Pada tanggal 6 Agustus 1947, jumlah pasukan sabotase berjumlah 60 orang yang terdiri dari pasukan sabotase pimpinan Lettu Ahmad Nurdin Lubis dan Pasukan gabungan Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dari Tanjungbalai pimpinan Letnan T. Muhammad Ginting dan Letnan Ibrahim Pardede, kemudian didukung oleh Lasykar Rakyat Pimpinan, lengkap dengan persenjataan dua pucuk Tompson, sepucuk Metrolieur, kemudian dapur umum ditempatkan di kampung Teluk Manis (Simpang III Teluk Dalam) yang dipimpin oleh Pak Oyar dan penanggungjawab.

Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi, maka tanggal 7 Agustus 1947 diadakan rapat kilat yang dipimpin oleh Achmad Nurdin Lubis, dengan agenda untuk menetapkan pimpinan, nama pasukan dan strategi pertempuran dan dengan suara bulat rapat memutuskan bahwa komandan front adalah Lettu Ahmad Nurdin Lubis, dengan nama front "Front Sipaku Area", kemudian untuk nama pasukan adalah "Pasukan Barisan Maut".

Untuk mengatur strategi penyerangan dan pengendalian komando, diserahkan kepada komandan terpilih yaitu Lettu Ahmad Nurdin Lubis. Kemudian, jembatan sipaku dijadikan front untuk menghadang gerakan Belanda dari Tanjung Balai yang akan menuju Pulau Raja dan Rantau Prapat.

Dijadikannya jembatan sipaku sebagai "Front Perjuangan Sipaku Area" karena dipandang cukup strategis. Usai rapat, pasukan barisan maut mulai mengadakan operasi membuat lobang pertahanan di sekitar pangkal jembatan sipaku, menebang pohon-pohon kelapa dan lain-lain untuk menutup jalan.

Kemudian mereka menghancurkan lantai jembatan dengan letupan 5 peluru mortir, agar pasukan tentara Belanda tidak dapat melewati jembatan. Dapur umum pasukan barisan maut ditempatkan di kampung Teluk Manis dan untuk persembunyian di Air Teluk Kiri. Memudian untuk benteng pertahanan kedua adalah Front Pulau Maria yang dijaga pasukan ALRI dipimpin oleh Letnan Ibrahim Pardede, yang kemudian bergabung dengan pasukan barisan maut di Front Sipaku Area.

Pasukan barisan maut memang bukan Pemuda sembarangan. Walaupun dengan senjata yang sangat minim dan semangat proklamasi yang berkobar-kobar, mereka juga sudah membekali diri dengan kekuatan tenaga dalam yang dapat diandalkan.

Ketika iring-iringan tentara Belanda dari Tanjungbalai menuju ke Henglo, pasukan barisan maut sengaja tidak mengambil tindakan penyerangan.

Hal ini untuk mengetahui seberapa jauh kekuatan musuh yang akan mereka hadapi. Setelah pasukan musuh menuju Henglo, Ahmad Nurdin Lubis mengerahkan anggota perlawanan rakyat Teluk manis agar menumbangkan pohon-pohon karet untuk menutup Jalan Raya menghalangi kendaraan musuh yang kembali dari Henglo, yang dikoordinir oleh Abu Bakar Sinaga, Ramali Sihombing, Abd. Hamid Sihombing, Kongah Siagian, Sabar Malisi Sihombing dan lain-lain.

Tak dapat dihindarkan lagi, akhirnya pertempuran di Henglo telah berkecamuk selama lebih 30 menit. Pasukan Mayor Dahrif Nasution Dengan gigih telah menewaskan 4 orang pasukan Belanda dan merampas sepucuk senjata stengun hingga musuh dapat dipukul mundur.

Pasukan Belanda yang dibantu kendaraan lapis baja, terpaksa kembali ke Pangkalan dengan mendapat rintangan cukup berat dari pohon-pohon kayu yang ditumbangkan ke Jalan Raya oleh barisan perlawanan rakyat Teluk Manis. Dalam perjalanan pulang ini pasukan barisan maut sengaja tidak memberikan perlawanan. Bersambung...