MEDAN - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menilai tindakan PT PLN yang membebankan biaya tagihan listrik susulan sebesar Rp93.582.246 terhadap pelanggan dikarenakan pembayaran rekening listrik turun drastis, melanggar hak konsumen.


"Yang pertama kita prihatin dengan kejadian ini. Karena dari yang kita pahami seolah tidak ada semacam kesempatan untuk membela diri bagi si konsumen tiba-tiba sudah masuk tagihan yang tergolong besar tanpa juga perhitungan yang jelas," ujar Direktur LBH Medan, Ismail Lubis, Senin (22/2/2021).

Menurutnya, langkah yang dilakukan PLN tersebut jelas melanggar hak konsumen untuk mendapat informasi yang jelas terkait tagihan yang dia peroleh.

Apalagi sambungnya, jika dilihat kejadiannya juga sudah lama pada Agustus 2020 lalu, dan juga cenderung berbeda dengan hasil yang diperoleh dilapangan.

"Dulu dimana penilai independent berpendapat jika putusnya kabel akibat digigit hewan ya, nah artinyakan tidak ada unsur kesengajaan dari pihak konsumen. Sehingga tidak tepat jika diberikan sanksi secara sepihak oleh PLN," ujarnya.

Untuk diketahui, keberatan dan keresahan pelanggan PLN ini bermula dari surat panggilan kedua yang diterima Yusuf Halim warga Jalan Irian Barat Sampali dari PLN UP3 Medan Utara per 16 Pebruari 2021 yang ditandatangani Manager Pelaksana Pelayanan Pelanggan Medan Utara, Rizal Azhari.

Dalam surat bernomor 0145/DIS.01.03/B08120000/2021 yang ditujukan kepada Yusuf Halim tersebut, berdasarkan hasil pemeriksaan sambungan listrik yang dilakukan P2TL 2020 PT PLN UP3 Medan Utara 6 Agustus 2020, ditemukan adanya kabel wiring yang putus/terbakar sehingga energi yang digunakan pelanggan tidak terukur secara sempurna.

Sehingga, berdasarkan pelanggan dikenakan tagihan susulan pemakaian rata-rata kWh yang tidak terukur selama tiga bulan dari pemakaian rata-rata sebesar Rp93.582.246.

Namun pelanggan yang mengelola pabrik plastik ini mengaku tagihan rekening listrik yang turun drastis tersebut disebabkan, diawal pandemi Covid-19, bisnisnya tidak berjalan normal, bahkan hanya bertahan sekira 20% saja dibandingkan kondisi normal.

Menyikapi panggil PLN tersebut, Yusuf Halim pun akhirnya mendatangi kantor UP3 PLN Medan Utara sebagaimana disebutkan dalam surat panggilan kedua yang diterimanya. Namun sayangnya, saat tiba di kantor tersebut pejabat yang berwenang tidak berada ditempat, sehingga hanya diterima staf dari yang menangani keberatan pelanggan.

"Ya, tadi saya ke kantor PLN. Giliran saya datang, orang yang mau dijumpai tidak ada. Saya kecewa dengan pelayanan yang tidak profesional. Yang akan dijumpai tidak ada, jadi saya hanya diterima bagian tera dan bagian keberatan," ujarnya.

Ismail menambahkan terkait pelayanan yang dikeluhkan Yusuf Halim, harusnya dalam hal pelayanan yang profesional jika memanggil orang harusnya yang bersangkutan berada di tempat, agar konsumen bisa mendapatkan penjelasan yang konferehensip terkait sanksi yang didapatnya. Sehingga pelanggan mempunyai kesempatan membela diri dengan mengajukan keberatan dan harus diterima dan di proses oleh PLN.

Sementara Ketua Forda UKM Sumut, Sri Wahyuni Nukman terpisah menyebutkan seharusnya untuk penghitungan meteran ini dilakukan secara profesional. "PT PLN ini, perusahaan yang sudah berdiri lama, kenapa bisa kejadian seperti ini berulang. Apa ini kesengajaan yang terbiarkan? Dan kasusnya pun hampir sama, ujung-ujungnya pelanggan yang dibebankan," ujarnya seraya meminta pihak PLN mengawasi kinerja P2TL di lapangan, jangan hanya terima laporan saja.