JAKARTA - Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) mengungkapkan estimasi valuasi wakaf di Indonesia sudah mencapai sekitar Rp2.000 triliun pada tahun ini. Valuasinya ini masih bisa meningkat dengan potensi sekitar Rp180 triliun per tahun.

Kepala Divisi Dana Sosial Syariah KNEKS Urip Budiarto menuturkan valuasi wakaf Rp2.000 triliun berasal dari estimasi nilai seluruh aset wakaf yang ada di tanah air saat ini. Mayoritas berupa wakaf tanah dengan luas 52,7 ribu hektare (ha) di 393.682 lokasi di Indonesia.

Tanah wakaf ini selanjutnya digunakan untuk pembangunan masjid dan mushola mencapai 72,5 persen dari total tanah. Sisanya, dibangun menjadi sekolah dan pesantren 14,3 persen, makam 4,4 persen, dan program sosial lainnya 8,7 persen.

"Angka Rp2.000 triliun adalah penggambaran betapa dermawannya masyarakat Indonesia yang secara kultural telah memiliki jiwa berbagi, memberikan hartanya untuk kemaslahatan umat. Bahkan, Indonesia merupakan salah satu negara paling dermawan di dunia menurut World Giving Index 2019," ungkap Urip di diskusi virtual yang diselenggarakan CORE Indonesia dilansir CNN Indonesia, Rabu(10/2/2021).

Sisanya berupa wakaf uang dengan akumulasi nilai mencapai Rp819,36 miliar. Wakaf uang ini terdiri dari wakaf uang berbasis proyek senilai Rp580,53 miliar dan wakaf uang Rp238,83 miliar.

Kendati begitu, Urip mengatakan nilai valuasi ini tak berhenti di sini saja. Sebab, berbagai riset menunjukkan masih ada potensi wakaf yang bisa digali pada tahun-tahun mendatang.

Mengutip data Badan Wakaf Indonesia (BWI), Urip menyatakan potensi wakaf mencapai Rp180 triliun per tahun. Bahkan, potensi ini mungkin masih bisa ditingkatkan bila pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan wakaf meningkat.

Sayangnya, menurut Urip, saat ini pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap wakaf, khususnya wakaf uang masih terbatas. Hal ini tercermin dari indeks literasi wakaf 2020 sebesar 50,48 atau masih dikategori rendah.

Masyarakat, kata Urip, umumnya hanya tahu bahwa wakaf harus berbentuk benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan, dan lainnya. Padahal, wakaf sudah berkembang dan bisa berwujud benda bergerak seperti uang dan non-uang, misalnya kendaraan, mesin, logam mulia, saham, sukuk, hak kekayaan intelektual, hak sewa, hak pakai, dan lainnya.

Tak hanya itu, saat ini wakaf tidak hanya bisa disalurkan ke lembaga pengelola wakaf, tapi juga bisa dialirkan ke proyek. Misalnya yang sudah terbangun adalah pembangunan RS Mata Achmad Wardi yang memberikan pengobatan mata kepada kaum dhuafa hingga peternakan lele yang dibangun Daarut Tauhid.

Selain karena pengetahuan dan kesadaran, Urip menduga potensi wakaf masih belum tergali optimal karena minimnya pemanfaatan teknologi dalam proses bisnis wakaf. Lalu, masih perlu berbagai penyempurnaan aturan dan masih terbatasnya peran serta dukungan untuk BWI.

Faktor lain karena masih rendahnya kualitas baik dari sisi kompetensi maupun profesionalitas serta kuantitas dari SDM nazir. Maka dari itu, KNEKS tengah mencari berbagai jalan keluar dari tantangan-tantangan ini.

Rencananya, KNEKS akan melakukan penguatan regulasi, tata kelola, dan kelembagaan wakaf untuk menjawab berbagai tantangan ini. Kemudian, KNEKS juga akan mengembangkan dan mengintegrasikan sistem informasi dan data wakaf.

Tak ketinggalan, KNEKS juga akan menciptakan inovasi pengembangan aset wakaf produktif. Misalnya dengan melahirkan lagi produk keuangan syariah baru berbasis wakaf, produk pembiayaan dan penjaminan investasi syariah di atas tanah wakaf, dan pemasaran serta penjualan sukuk wakaf dan cash waqf linked sukuk.

Di sisi lain, KNEKS berharap Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) bisa menjadi kampanye nasional yang masif dalam mengedukasi masyarakat soal wakaf.

"Ini bisa menjadi percepatan penguatan literasi, partisipasi, dan kebermanfaatan wakaf uang serta memperkuat rasa kepedulian dan solidaritas sosial untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan sosial di tanah air," tuturnya.

Sementara Ekonom Universitas Gadjah Mada sekaligus Pendiri CORE Indonesia Hendri Saparini menilai wakaf tidak hanya bisa menjadi produk keuangan syariah, namun menjadi sumber pertumbuhan dan pembangunan baru bagi Indonesia. Apalagi, Indonesia terus didera masalah penerimaan pajak yang tidak sesuai target atau shortfall.

"Wakaf ini untuk pembangunan sosial dan ujung dari pembangunan sosial adalah masyarakat makmur," ucap Hendri pada kesempatan yang sama.

Tak hanya itu, wakaf juga dinilai bisa membantu pemerintah mengurangi tingkat kemiskinan, pengangguran, hingga ketimpangan. Hal ini karena wakaf dianggap bisa menjadi jembatan antara sektor keuangan dan sektor riil.