MEDAN - Pengusaha yang tergabung dalam Perhimpunan Peternak Petelur Sumatera Utara (P3SU) semakin khawatir dalam mengelola usahanya. Pasalnya, di tengah mahalnya harga pakan yang menyebabkan tingginya biaya produksi, harga jual telur justru anjlok.

Saat ini harga telur ditingkat peternak dikisaran Rp 1100 per butirnya. Sementara dengan harga tersebut belum mampu menutupi biaya operasional, sebab untuk bisa menutupi harga pokok produksi (HPP).

Ketua Perhimpunan Peternak Petelur Sumatera Utara (P3SU), Drh Fadhillah Boy, Rabu (27/1/2021) menyebutkan sebenarnya kenaikan harga pakan yang terjadi saat ini disebabkan harga bahan baku pakan, dimana salah satunya dari unsur kedelai.

"Harga kedelai saat normal itu masih Rp6000 an per kg, sekarang ini sudah Rp9000 malah bisa sampai Rp10.000 an per kg. Untuk pakan itu, 20% menggunakan unsur kedelai. Kemudian ditambah lagi kenaikan tepung daging impor. Ini pun biasanya saat normal Rp6000 an per kg, sekarang sudah diatas Rp11.000 per kg," ujarnya.

Jadi sambungnya, dengan kenaikan tersebut membuat biaya produksi semakin tinggi. "Ini masalahnya, ditambah lagi harga telur yang makin turun. Selain itu harga bibit (DOC) makin mahal. Jadi DOC mahal, bahan baku pakan mahal, sementara harga jual telur turun. Sehingga mengakibatkan pengusaha peternak kalang kabut," ujarnya.

Dia menambahkan keresahan pelaku usaha peternak ini juga ditandai dengan adanya vidio yang viral, dimana seorang pengusaha membuang telur sebagai bentuk protes karena tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini.

"Kita berharap harga telur ini tidak terlalu mahal, agar bisa dijangkau masyarakat. Harapannya harga stabil dan tidak jauh dari harga pokok produksi [HPP]. Tapi kalau kondisi saat ini masih terlalu jauh Rp1100, rugi," ujarnya.

Tingginya biaya produksi, belum sejalan dengan permintaan pasar yang masih biasa saja. Karenanya diharapkan pemerintah bisa memediasi persoalan ini dengan peternak dan agan-agen. Sehingga harga tidak semakin anjlok. "Saat ini harga anjlok, sudah dua, tiga minggu terakhir ini," ujarnya.

Dengan kenaikan HPP seperti ini sebutnya paling tidak harga ditingkat peternak itu Rp1200 per butirnya.

Memang akunya, untuk tingkat konsumen masih tinggi Rp 1300 per butirnya, tapi harga tersebut perlahan sudah bergerak turun. Oleh karenanya diharapkan pemerintah melalui bantuan sosial tetap melanjutkan program bantuan tersebut.

Sehingga produksi telur petani ini tidak hanya diserap pasar tradisional saja, namun juga melalui pengadaan telur melalui program yang dikucurkan pemerintah.

Berdasarkan hasil pantauan dilapangan, harga telur ini sejak sepekan terakhir sudah mulai bergerak turun. Seperti pengakuan Tan Ton Cuan, seorang pedagang telur di Pasar Tradisional Petisah.

Disebutkannya, harga telur saat ini mengalami penurunan dibandingkan awal Januari lalu. "Harga telur sepekan ini sudah mulai ada penurunan, yang besar Rp 1500 dan yang kecil Rp1300 per butir. Sebelumnya masih diharga Rp1500 sampai 1700 per butirnya," ujarnya.

Saat ini sambungnya, selain harga yang bergerak turun permintaan konsumen juga mengalami penurunan. "Sekarang juga permintaan menurun, mungkin karena banyak barang makanya harga turun. Ini karena imbas dari Covid ini juga, daya beli masyarakat enggak ada," ujarnya.

Menyikapi hal tersebut, penasehat P3SU, Sugianto Makmur mengatakan keresahan yang dialami para peternak dan petelur ini harus segera direspon pemerintah. Sehingga bisnis yang dikelola tersebut tetap bisa berjalan lancar.

"Kepentingan kita mempertahankan supaya rantai bisnis mereka itu juga tidak menyebabkan mereka bangkrut, juga mempertahankan telur dengan kualitas dan harga yang terjangkau. Jadi saya melihat fenomena, pemerintah agak lepas tangan. Kalau untung, sibuk pemerintah minta pajaknya, tapi kalau rugi didiamin," ujarnya.

Dia pun meminta pemerintah bersikap fair. karena pemerintah juga memiliki kewajiban untuk menciptakan satu sistem yang sehat, yang fair untuk semua orang-orang yang terkait dalam jalur produksi telur ini.

"Kalau saya ditanya, saya sebetulnya tidak tahu apa yang paling penting. Kalau saya diminta berpendapat, kenaikan ini disebabkan harga pakan impor seperti kedelai yang dulunya murah sekarang naik gara-gara gagal panen di Amerika. Ini kan tidak terprediksi tidak ada orang tahu, tapi kan pemerintah, mungkin ada yang bisa dilakukan untuk meringankan beban kawan-kawan ini tanpa mengorbakan APBN atau APBD. Bisa dengan berkoordinasi. Hal-hal seperti ini yang coba kita dorong," ujar Sugianto yang juga anggota DPRD Sumut ini.

Karenanya sambungnya, pihaknya akan mengundang semua pihak terkait seperti peternak, Dinas Perdagangan, Peternakan untuk duduk bersama mencari solusi. "Perlu perhatian pemerintah untuk pernak unggas ini. Ada hal-hal yang harus realistis jangan dilepas begitu saja, tapi kita harus melindungi mereka, karena kehadiran mereka sangat penting," pungkasnya.