MEDAN - Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Alfitra Salam mengapresiasi pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2020.

Hal tersebut dikatakannya karena Pilkada di tengah pandemi Covid-19 sukses dilaksanakan.

Apalagi, pelaksanaan Pilkada Tahun 2020 ini sempat mendapapat penolakan dari banyak kalangan.

"Saya harus angkat topi untuk ini. Surprise saya partisipasinya tinggi walaupun Kota Medan masih paling rendah," kata Alfitra kepada wartawan dalam acara Ngetren Media: Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu Dengan Media di Hotel Grand Mercure, Medan, Senin (14/12/20) malam.

Dijelaskannya, meningkatnya angka partisipasi dalam penyelenggaraan kali ini adalah hasil kerja keras semua pihak dari penyelenggara pemilu, pemerintah, TNI/Polri, dan seluruh stakeholder terkait.

"Dan faktor penting lainnya menurut dia adalah besarnya pengaruh pemberitaan media dalam menyebarluaskan informasi Pilkada ke tengah masyarakat. Walaupun ada berita pahit, manis, sinis, asam. Tapi kita sampaikan terimakasih kepada media," jelasnya.

Selain itu, disebutkannya, ada beberapa catatan evaluasi terhadap penyelenggaraan Pilkada kali ini.

"Pertama, aturan penyelenggaraan Pilkada ini terlalu rumit. Pilkada diatur oleh UUD 1945, UU No 7/2017, lalu juga diatur oleh Peraturan KPU, Petunjuk Teknis, serta Keputusan dan Surat Edaran," sebutnya.

Ditambahkannya, persoalan terkait Pilkada yang tidak pernah selesai ialah terkait Daftar Pemilih Tetap.

"Kerumitan soal DPT. Penetapan DPT diserahkan saja ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil). KPU (Komisi Pemilihan Umum) cukup mengawasinya saja," tambahnya.

Alfitra juga menyoal rumitnya peraturan menyangkut pemilihan yang tak jarang tumpang tindih antara yang satu dengan lain.

"Dan tak jarang, penyelenggara menjadi korban karena tumpag tindih peraturan itu. Antara sesama penyelenggara, Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) dan KPU juga sering saling mengadukan.

Seringkali juga, peraturan diterbitkan hanya beberapa hari sebelum pelaksanaan. Jelas ini menyulitkan bagi penyelenggara di tingkat bawah," katanya.

Dicontohkannya, pada Pilkada 2020 ini ada aplikasi Sirekap misalnya.

"Sirekap, yang merupakan hasil unggah formulir C Hasil Plano di TPS, sudah diputuskan hanyalah alat bantu, bukan jadi bahan keputusan penetapan hasil. Tapi juknisnya (petunjuk teknis) ada," tuturnya.

Selain catatan kritis, Alfitra juga memberikan sejumlah saran perbaikan.
Ia dalam kesempatan ini mengungkap usul pribadi cara melayani pemilih yang berada di perantauan.

"Di Jakarta dan kota-kota besar lain ada banyak perantau yang tak bisa pulang ke tempat asalnya pada hari pemungutan. Mereka masih terdaftar sebagai penduduk daerah asalnya. Kedepannya mereka ini bisa dilayani hak pilihnya tanpa harus pulang kampung. Caranya, adalah dengan mengirimkan surat suara ke para pemilih di perantauan yang sudah terdata via pos. Jadi seminggu (sepekan) sebelum pemungutan surat suaranya sudah dikirim via pos," katanya.

Catatan lain adalah bahwa masih banyaknya laporan money politics dalam Pilkada.

Khusus soal money politics ini, kata Alfitra, seringkali sulit ditindak.

"Sebab, regulasinya yang menyulitkan pembuktian. Karena yang melapor tidak dilindungi. Yang menerima dan memberi itu sama-sama dihukum. Karenanya yang melapor tidak ada," katanya memungkasi.

Hadir pada Acara Ngetren Media ini Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan Liston Damanik yang didaulat menjadi pembicara di hadapan awak media peserta acara.

Selain Liston, juga ada Yenni Rambe, mantan Ketua KPU Medan yang kini menjadi tim pemeriksa daerah DKPP yang memberikan catatan kritisnya secara virtual terhadap pelaksanaan Pilkada serentak di Sumut.