JAKARTA - Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengatakan ada alat tes Corona yang harganya lebih murah dibandingkan rapid dan swab test. Alat itu adalah GeNose, alat deteksi Corona dengan embusan napas.

GeNose ditemukan para peneliti Universitas Gajah Mada (UGM). Alat ini pun cukup cepat untuk mendeteksi virus Corona, hanya saja kini belum bisa diedarkan di masyarakat. Sebab harus dilengkapi dengan izin edar dari Kementerian Kesehatan.

Dilansir detikcom, Jumat (11/12/2020), Bambang memprediksi harga satu kali tes Corona dengan menggunakan alat tersebut hanya perlu biaya Rp 15 ribu. Rinciannya, biaya itu digunakan untuk operatornya, energinya, dan plastik khusus sebagai media pengecekan napas.

"Perkiraannya per pemeriksaannya itu, kalau dihitung sama operator, listrik, dan lalu plastiknya Rp 7-8 ribu rupiah, maka perkiraannya per satu tes itu sekitar Rp 15 ribu aja. Jadi ini murah dan akurat," jelas Bambang dalam sebuah webinar.

Bambang menjelaskan alatnya sendiri harganya sebesar Rp 60 juta dan bisa digunakan untuk 100 ribu kali pemeriksaan. Bila sudah melewati batas maksimal itu, alat bisa dibetulkan lagi dan bisa digunakan kembali.

"Perkiraan harganya, kalau satu unit alatnya memang sekitar Rp 60 juta, tapi bisa untuk 100 ribu pemeriksaan, kemudian bisa dibetulkan lagi dan bisa dipakai lagi," papar Bambang.

Bambang juga menjelaskan alat tersebut pun cukup cepat untuk mendeteksi virus Corona, menurutnya waktu tes yang dibutuhkan cuma 3 menit. Bila dibandingkan rapid dan swab test pun, menurut Bambang akurasi GeNose sudah mencapai 90% lebih, hasil dari validasi di beberapa rumah sakit.

"Waktu pemeriksaan mereka ini pun cepat, saya coba sendiri itu hasilnya bisa di bawah 3 menit. Tingkat akurasinya dari validasi di beberapa rumah sakit itu di atas 90% akurasinya," ujar Bambang.

Sayangnya, alat ini hingga kini belum bisa diedarkan di masyarakat. Meski dia mengatakan alat ini siap diproduksi massal, masih ada beberapa laporan yang harus disiapkan untuk mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan.

"Pada dasarnya, alat ini sudah siap semua. Siap juga diproduksi masal dan dipakai. Cuma dari pembicaraan terakhir dengan para pengembang di UGM, mereka bilang masih ada satu final report yang harus di-submit ke Kemenkes untuk dapat izin edar," jelas Bambang.