MEDAN – Kepala Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar menilai salah satu sumber penyebab menyebarnya paham radikalisme intoleran, media sosial.

Oleh karenanya, para pemegang kebijakan diminta agar senantiasa mengedukasi segenap pengguna media sosial di daerah masing-masing.

“Jaringan teroris tidak hanya menyebarluaskan propaganda secara tatap muka tapi dengan media sosial,” ungkap Boy dalam berdialog Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar bersama Gubernur Sumatera Utara dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sumut di Pendopo Rumah Dinas Gubernur, Selasa (1/12).

Boy Rafli menyontohkan, untuk kasus ISIS, banyak orang bergabung dengan organisasi teroris global tersebut lantaran menerima propaganda di media sosial.

Menurutnya organisasi tersebut menguasai jaringan komunikasi di seluruh dunia. Meski tidak pernah saling bertatap muka, ISIS telah mengajak sekitar 35.000 warga untuk bergabung. Kurang lebih 1.200 orang berasal dari Indonesia.

“Jaringan teroris tidak hanya menyebarluaskan propaganda secara tatap muka tapi dengan media sosial,” ungkap Boy.

Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi menyebutkan radikalisme ini adalah paham yang bersifat memaksakan kehendaknya, apalagi dengan menggunakan kekerasan. Orang yang melakukan teror dan kekerasan adalah orang yang tidak bertanggung jawab.

Menurutnya, radikalisme dapat ditangkal jika semua pihak mengimplementasikan 4 konsensus dasar Negara Indonesia, yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.

“Radikalisme adalah sikap ekstrem dalam sebuah aliran. Dia suka memaksakan kehendak apa yang ada di dalam pikirannya. Namun jangan salah mengartikan dengan orang yang bersikap kritis langsung dikatakan radikal, selama masih di dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berasaskan Pancasila sah-sah saja,” ujar Edy Rahmayadi

Edy juga menyampaikan, tugas anak bangsa saat ini adalah mengisi kemerdekaan. Dengan cara berkontribusi membesarkan dan membangun daerah. Sehingga cita-cita para pendahulu yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dapat terwujud.

“Mari kita isi kemerdekaan ini, sehingga terwujud cita-cita para pendiri bangsa kita, salah satunya rakyat makmur dan sejahtera,” kata Edy.

Pada kesempatan tersebut, juga hadir mantan narapidana teroris (Napiter) asal Sumut, Toni Togar. Ia sudah menjalani hukuman selama 12,5 tahun. Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan, Toni mencoba membuka sebuah usaha yang bergerak di bidang produksi sabun cair.

Hal ini dilakukannya agar dapat mandiri serta bisa kembali membaur dengan masyarakat. Meski begitu, Toni mengharapkan pemerintah daerah agar memberi perhatiannya kepada para mantan narapidana sepertinya.

“Yang sulit setelah keluar dari lapas, kita sulit membangun ekonomi dan kehidupan. Saya harapkan Pemda bersinergi dengan kami,” ujar Toni.