LANGKAT-Mantan kepala desa ( kades) Timbang Jaya, M Samin Pelawi angkat bicara terkait dugaan penebangan kayu liar dihulu wisata Bukit Lawang.

Sempat viral disosial media (sosmed) pasalnya secara mendadak 60-an kayu gelondongan jenis durian dihanyutkan melalui jalur sungai Bahorok sehingga menjadi perhatian pengunjung dan publik, Kamis, (20/8/2020) sekira pukul 11 Wib.

Berikut penjelasan M Samin Pelawi, khusus kepada gosumutcom pada Sabtu malam, 22/8/2020 di Keramba Resto Timbang Jaya diperkirakan luas lahan warga diluar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) cukup luas rinciannya mulai dari penyebarangan mawas 150 Ha, sinar magrib 50 Ha wilayah Tekul 40 Ha, Batu satu /panorama 50 Ha, Batu Rongring 50 Ha rantau panjang 70 Ha.

Kades desa itu (2006-2012) menjelaskan lahan dimaksud memiliki batas/pringgan sebelah Utara berbatasan dengan TNGL sebagian sebelah Barat berbatas dengan PT Langkat Nusantara Kepong (LNK) Bukit Lawang (dulunya PT PN-11-red) paparazzi Pelawi.

Sementara bagian Barat berbatas dengan TNGL dan Selatan berbatas dengan Sei Bahorok. Tahun 1994 pernah dibangun /dibuat jalan setapak menuju area Batu Rongring -Batu Gajah sehingga pengunjung mancanegara bebas tracking.

Namun akibat kebebasan turis tanpa kontribusi maka jalan dimaksud ditutup oleh Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI).Tahun 1998 (moneter-red) pengusaha dan investor tertarik membangun villa dan penginapan sehingga dibangun Ariko inn, kupu -kupu Garden dan Back tu Nature.

Perhitungan waktu berjalan kaki 90 menit dari terminal bawah namun bagi yang biasa hanya sekitar 40 menit. Menuju lokasi ditempuh melalui jalan setapak, sebagian terjal dan bertebing.

Disinggung tentang legalitas kepemilkan lahan, Samin mengaku surat kepemilikan warga meliputi Surat Keterangan (SK) kepala desa dan SK kecamatan. Berada di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) /penyangga. Tanaman warga dilokasi itu beraneka seperti karet, durian bahkan sebahagian besar masih dihutankan.

"Penyebabnya arealnya terjal/curam rata -rata 45 derajat, belum ada akses jalan darat sehingga warga masih mengandalkan jalur sungai sebagai transportasi mengeluarkan hasil bumi," tandas Pelawi.

Masih ada jenis kayu hutan masyarakat seperti kelas dua sembarang merah dan damar muda di areal itu. Ditemukan juga batas Patok TNGL G1-G10 disekitar lokasi itu sehingga lahan warga berada diluar kawasan. Sejak tahun 1990-an diarea itu telah dibuka wisata camping Mas Samin Green Forest cukup diminati turis manca negara.

"Namun akibat Tragedi musibah banjir bandang 2 Nopember 2003 yang lalu, daerah itu luluh lantak disapu banjir sehingga tidak lagi dimanfaatkan pemilik," jelas Pelawi.

Awalnya lokasi dimaksud berada diwilayah pemerintahan desa Timbang Lawan namun beralih ke desa Timbang Jaya karena pemekaran desa pada10 Maret 2004.

Menjawab gosumutcom, kades perdana Timbang Jaya mengaku sangat menyayangkan dugaan beberapa pihak tentang dugaan penebangan liar dihulu wisata.

Secara logika, berdekatan dengan wisata, tak jauh dari kantor resort TNGL Bukit Lawang, serta SPTN Wilayah V BB TNGL yang setiap saat memantau dan memonitoring kawasan.

Terlalu dini menyebutkan hal itu (penebangan liar -red) tanpa mempelajari dan memahami status dan kondisi lapangan sehingga cukup menyita waktu dan pikiran banyak pihak.

Kiranya untaian pemaparan/penjelasan. ini mampu memberikan pemahamaham kepada publik bahwa dihulu wisata Bukit Lawang mash ada seratusan hektar lahan warga.

"Penjelasan ini juga diharapkan mampu menjawab imeg negatif tentang pengawasan kawasan TNGL. Selama ini cukup terpelihara karena masyarakat menyadari TNGL salah satu paru -paru dunia penyedia oksigen," kata Pelawi mengakhiri.