JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh Partaonan Daulay mengapresiasi peringatan Presiden Joko Widodo terkait lambannya penyerapan anggaran di Kementerian Kesehatan. Menurut Saleh, apa yang disampaikan Presiden Jokowi melalui pidatonya juga menjadi perhatian Komisi IX DPR. Katanya, dalam dua kali rapat kerja terakhir, persoalan penyerapan menjadi hal yang menjadi perbincangan hangat di Komisi IX.

"Dalam paparan menkes kemarin, tingkat penyerapan masih berada pada posisi 47 persen. Masih ada 53 persen lagi yang belum terserap. Dan dari 47 persen yang terserap, kelihatannya malah yang paling banyak diserap justru adalah anggaran bpjs kesehatan. Itu artinya, masih banyak pekerjaan yang harus dituntaskan oleh kemenkes," tutur Anggota Komisi IX DPR itu, Kamis (2/6/2020).

Selain itu, Saleh juga mengaku menerima laporan bahwa insentif tenaga medis yang menangani Covid-19 belum dibayarkan secara keseluruhan. Bahkan, sampai sejauh ini, baru dibayarkan sekitar 40 persen. Sementara untuk yang 60 persen lagi masih menunggu verifikasi data dari daerah.

"Kalau penyerapannya rendah seperti ini, uang tentu tidak akan beredar di masyarakat. Daya beli masyarakat otomatis akan turun. Akibatnya, akan terjadi krisis seperti yang dikhawatirkan presiden," ujar Saleh.

Saleh Partaonan Daulay menyatakan, pihaknya telah memanggil Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk memberikan klarifikasi terkait informasi rendahnya penyerapan anggaran Kemenkes.

Namun, Saleh menyebut apa yang disampaikan di publik tersebut berbeda dengan apa yang dipaparkan di Komisi IX DPR.

"Benar bahwa penyerapan anggaran di kementerian kesehatan belum maksimal. Tetapi bukan sebesar 1,53 persen. Penyerapannya, jauh di atas angka tersebut. Komisi IX juga mempersoalkan penyerapan anggaran kemenkes. Tetapi data yang dipaparkan kepada kami, jauh berbeda dari apa yang disebutkan presiden," katanya.

Wakil ketua fraksi PAN itu menyatakan, Dari data yang ada, anggaran kementerian kesehatan awalnya adalah sebesar Rp57,3 T. Setelah penyesuaian dan tambahan anggaran untuk peserta BPJS JKN, anggarannya menjadi Rp76,5 T.

"Dalam paparan yang disampaikan kepada kami, serapan anggaran Kemenkes per 18 Juni 2020 sudah mencapai 47,49 persen," katanya.

Selain anggaran yang disebutkan di atas, Kemenkes, lanjut Saleh, juga mendapatkan alokasi anggaran untuk penanggulangan covid-19. Dari anggaran yang disebut sebesar Rp75T, sampai sejauh ini yang disetujui oleh kementerian keuangan hanya Rp25,7 T. Dengan demikian, alokasi akhir anggaran kemenkes adalah Rp102,2 T.

"Perlu diketahui, bahwa dari alokasi anggaran sebesar Rp25,7 T tersebut, yang terealisasi baru sebesar Rp345 miliar. Sisanya, masih dalam proses revisi DIPA. Bahkan ada yang masih proses pembahasan. Nah, kalau masih proses revisi DIPA, lalu apakah kesalahannya ada pada kementerian kesehatan? Ini yang menurut saya perlu diklarifikasi agar tidak simpang siur," ucapnya.

Saleh menilai, menteri kesehatan sepantasnya memberikan penjelasan kepada masyarakat. Sebab, anggaran penanganan covid-19 yang ada jauh dari yang diusulkan oleh kemenkes. Selain itu, proses realisasinya juga sangat lambat. Lambatnya realisasi ini dikhawatirkan akan berdampak langsung bagi masyarakat. Sebab, penyebaran Covid-19 sampai saat ini masih tinggi.

"Menkes perlu juga melaporkan hal ini kepada presiden secara langsung. Dengan begitu, presiden bisa mendapatkan informasi yang berimbang dari berbagai kementerian yang ada," tandasnya.***