MEDAN-Puluhan massa dan keluarga korban penganiayaan terlihat kecewa di Pengadilan Negeri (PN) Medan.

Pasalnya, pelaku penganiayaan terhadap Ferdi hanya dijerat dengan Pasal 352.

Selain itu persidangan yang digelar secara tipiring dinilai sangat menguntungkan pihak terdakwa Fauzal Asraf.

Padahal, ketika gelar perkara, terdakwa dijerat dengan Pasal 170 ayat (1) Jo 351 ayat (1) KUHPidana.

Namun setelah di persidangan terdakwa hanya dikenakan Pasal 352 KUHpidana

Penasihat hukum korban, Okto Gabriel M Simangungsong mengatakan bahwa Pasal 352 tersebut perbuatan penganiayaan ringan, sedangkan kliennya mengalami luka berat dan dilakukan secara bersama-sama. "Kami berharap terdakwa dikenakan pasal 170 ayat (1) KUHPidana yakni barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan," ucapnya saat mendampingi M Zakaruddin orang tua korban Ferdi dan pengurus Projo Sumut Bima Sibarani kepada wartawan, Jumat (12/6/20), seusai persidangan.

Selain itu, ia menjelaskan bahwa di waktu gelar perkara terdakwa dikenakan Pasal 170 ayat (1) Jo 351 ayat (1) KUHPidana.

Namun setelah di persidangan terdakwa dikenakan pasal 352 KUHpidana yang jelas-jelas pasal tersebut tidak ada di dalam berkas dakwaan.

Sementara itu, ayah korban meminta agar keadilan ditegakkan, sudah jelas kasus pengeroyokan dan penganiayaan yang dialami putra Saya. "Saat dipersidangan kenapa pelaku justru dijerat pasal penganiayaan ringan," ujar M Zakaruddin.

Zakarudin mengatakan sangat menyesalkan kenapa pihak penyidik Polrestabes Medan menjerat pelaku dengan pasal tersebut. "Muka anakku lemban, kalung emasnya juga hilang dan selain itu juga harus mendapat perawatan medis akibat pemukulan dan pengeroyokan," ujarnya.

Saat itu, ketika ia baru tiba dari Aceh dan Ferdi (korban) meminta izin mau pergi ke kafe.

Senada dengan itu Pengurus Projo Sumut, Bima Sibarani meminta majelis hakim bisa adil dalam memutus perkara penganiayan ini. "Saat mengetahui kejadian yang menimpa keluarga Pak Zakarudin dimana anaknya Ferdi menjadi korban pemukulan dan pengeroyokan, pihaknya siap melakukan pengawalan demi tegaknya hukum," ucapnya.

Dikatakannya penegak hukum benar-benar menegakan keadilan seadil-adilnya seperti arahan Presiden Jokowi kepada penegak hukum dan jangan mempermainkan.

Terpisah dalam persidangan yang dipimpin Hakim Tunggal Morgan yang dihadiri penyidik Polrestabes Medan dan penasihat hukum terdakwa, saksi Ferdi menerangkan bahwa ia baru saja selesai duduk dengan teman dan sepupunya di Kafe Holi Wing Jalan A Rifai pada 12 Oktober 2019 lalu.

Ketika mau pulang, ia dan Aulia melewati lorong tanpa sengaja menyenggol perempuan. "Kami saat itu minta maaf langsung kepada perempuan dan teman prianya. Namun tiba-tiba saja orang yang mendorong dan memukul," ucapnya sembari menunjuk terdakwa sebagai pelaku dibantu oleh beberapa orang pria.

Menjawab pertanyaan Hakim Tunggal Morgan, Ferdi menyampaikan bahwa kondisi lorong yang sempit.

Mengenai pemukulan itu pun dibenarkan oleh Novaria, ia melihat langsung bahwa sepupunya dipukuli oleh terdakwa dan beberapa temannya. "Saat pembayaran makan dan minum di kasir, melihat ada ramai-ramai dari kejauhan. Ketika curiga itu sepupunya langsung memeluk agar tak dipukuli lagi," ujarnya dan diamini oleh Syawaluddin dan Aulia yang juga melihat pemukulan itu dilakukan lebih dari satu orang.

Sementara itu dalam keterangan terdakwa mengelak kalau pemukulan terhadap korban melibatkan orang lain.

Disebutkan itu hanya kesalahpahaman saja dan ia pun siap melakukan perdamaian.

Ia berdalih hanya mendorong saja karena saat ia juga pulang dari tempat kafe tersebut dan mendengar ada menyengol mobil yang dikemudikannya.

Namun keterangan itu langsung disoraki oleh para pengunjung sidang.

Usai mendengarkan keterangan saksi dan terdakwa, maka Hakim Tunggal Morgan menunda persidangan hingga Senin, 15 Juni 2020 mendatang.