MEDAN - Ikut melaksanakan ketertiban dunia adalah cita-cita Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan UUD 1945. Namun pasca Pilpres 2019, tak lagi nampak batang hidung negeri berkode enamdua ini di kancah upaya perdamaian internasional. Demikian disampaikan Presidium Medan Jurnalis Club (MJC) Muhammad Asril, Selasa (17/12/2019) di Medan.

Dikatakan Asril, Indonesia memiliki peran tersendiri dalam perdamaian dunia. Sikap politik Indonesia adalah bebas dan aktif. Bebas artinya Indonesia tidak memihak ke blok manapun, blok barat atau blok timur.

"Walaupun tidak memihak ke manapun Indonesia harusnya juga bersikap aktif artinya Indonesia turut serta berpartisipasi dalam perdamaian dunia," kata Asril.

Namun sayang, belakangan ini khususnya pasca Pilpres 2019 Indonesia mulai redup dari peredaran. Kebijakan politik luarnegeri Indonesia seolah hilang meski banyak terjadi dugaan pelanggaran hak asasi di Uyghur Tiongkok dan Rohingya Myanmar hingga UU Anti Muslim India.

"Selama menjabat, Presiden Jokowi belum pernah menghadiri sidang PBB. Komitmen negara kita untuk andil melaksanakan ketertiban dunia dipertanyakan. Pemerintahan ini terkesan tak benar-benar ingin mewujudkan cita-cita bangsa," ujarnya.

Bahkan untuk menyeret kasus genosida Muslim Rohingya pun, Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia dinilai tak mampu. Justeru negara kecil Gambia yang mampu mendudukkan Su Kyi di kursi pesakitan pengadilan PBB.

"Tapi tidak mesti harus menjadi Muslim untuk bersuara tentang kejahatan kemanusiaan di Uyghur, Rohingya dan India," ungkap Asril.

Asril mendorong Presiden Jokowi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan untuk segera bersikap terhadap kasus Uyghur dan Muslim di India. Apalagi saat ini Presiden Jokowi memiliki Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang salahsatu anggotanya merupakan ulama terkemuka.

"Urusan dalam negeri penting, tapi ikut melaksanakan ketertiban dunia adalah amanah Pembukaan UUD 1945," tukas Asril.*