MEDAN - Menimbang tujuan gugatan yang dilakukan Pelawan adalah tindakan melawan hukum Terlawan I - II dan berdampak terhadap kerugian, maka majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam menolak eksepsi Terlawan I dan II. "Dalam hal ini PN Lubuk Pakam memiliki kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara ini dan menetapkan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara perdata No. 135/Pdt.Plw/2019/PN.Lbp," ujar majelis hakim PN Lubuk Pakam yang diketuai Rina Sulastri Jennywati, SH baru-baru ini.

Majelis hakim berpendapat, gugatan Pelawan adalah sudah pada tempatnya untuk diajukan ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam dalam ruang lingkup Peradilan Umum, dengan dasar hukum bahwa pokok gugatan Pelawan adalah mengenai perbuatan melawan hukum.

"Sehingga lingkup gugatannya adalah termasuk ruang lingkup hukum perdata, dimana menurut ketentuan Pasal 50 UU RI No. 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas II RI No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum menyebutkan bahwa masalah keperdataan termasuk ruang lingkup Peradilan Umum," ujarnya di dampingi dua hakim anggota lainnya Pinta Uli Tarigan SH, MHum, dan Anggalanton B Manalu, SH MH.

Menimbang hal tersebut, lanjutnya, maka PN Lubuk Pakam berwenang memeriksa dan mengadili perkara a quo, maka oleh karena itu eksepsi mengenai kompetensi absolut dari Kuasa Terlawan I dan II tidak beralasan hukum dan dinyatakan ditolak.

Majelis hakim PN Lubuk Pakam juga menimbang, karena perkara belum selesai, maka menyangkut biaya perkara ditangguhkan sampai dengan putusan akhir.

"Hal ini terkait dengan ketentuan UU RI No. 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU RI No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum Jo. UU RI No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU RI No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Sebelumnya, berdasarkan pokok perkara majelis hakim menimbang berdasarkan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya yaitu lingkungan peradilan umum, agama, militer dan tata usaha negara termasuk di dalamnya pajak sebagai pengadilan khusus," terangnya.

Sesuai dengan dalil utama Pelawan adalah menuduh Terlawan II telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak menerapkan prinsip ketelitian dan kehati-hatian dalam pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan, sehingga Pelawan dalam petitumnya butir 4, 5 dan 6 menuntut Risalah Lelang No. 1167/04/2018 tanggal 20 September 2018 yang telah dikeluarkan oleh Terlawan II tidak mempunyai kekuatan hukum yang sah dan membayar ganti rugi sebesar Rp2.025.000.000.

"Kemudian, dilihat dari peraturan Mahkamah Agung RI No. 02 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintah dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad). Atau ditulis dengan PERMA RI No. 02 Tahun 2019, telah dengan tegas mengatur pedoman bagi seluruh lingkungan peradilan bahwa perkara perbuatan melanggar hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dengan melakukan pengumuman lelang tidak sesuai dengan Pasal 53 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan No. 27/2016 tentang Petunjuk Lelang," bebernya.

"Menimbang dari posita gugatan Perlawanan tersebut, maka disimpulkan Pelawan mendalilkan adanya suatu hak keperdataan dan adanya perbuatan melanggar hukum yang telah dilakukan oleh Terlawan I dan II," pungkas majelis hakim. *