TOBASA-Ditetapkannya Kawasan Danau Toba oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo sebagai salah satu kawasan destinasi wisata nasional ke 7 di dunia, telah mendorong pemerintah Kabupaten Samosir terus berbenah diri untuk menjadikan Samosir Nauli sebagai daerah wisata unggulan bertarap Internasional.

Sementara itu, dalam kurun waktu dua tahun ini, terjadi pula hiruk pikuk yang tidak henti-hentinya pembangunan insprastruktur, sarana dan prasarana dalam mempersiapkan Samosir sebagai kawasan destinasi wisata dunia terus terjadi.

Dalam situasi hiruk pikuk pembangunan insprastruktur Samosir itu juga diikuti dengan gonjang ganjing politik untuk memperebutkan dan berlomba menjadi orang nomor satu dan orang nomor dua ditahun 2020-2024 memimpin Pulau Samosir yang diklaim sebagai asal muasal orang batak.

Berbeda dengan situasi politik sebelum Presiden RI menetapkan KDT menjadi kawasan wisata Dunia, para elit politik berdiam diri dan membiarkan pemerintahan Samosir yang dipimpin pasangan Rapidin Simbolon dan Juang Sinaga berjalan terseok-seok membangun Samosir karena minimnya Anggaran Pendapat Belanja Daerah (APBD) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari pajak bumi dan bangunan dan wisata.

Dengan berkembang pesatnya Samosir sebagai destinasi wisata, bersamaan dengn itu pula banyak elit politik yang berada didalam dan diluar wilayah Pulau Samosir akhirnya berlombah-lombah mencalonkan dirinya menjadi calon pemimpin di Samosir yang lebih baik lagi dan mumpuni dengsn janji-janji.

Namun, elite lupa dengan keberadaan dan kondisi anak-anak di Samosir. Fakta menunjukkan bahwa nasib anak di Samosir terlupakan dan terabaikan, padahal anak adalah masa depan dan dambaan keluarga dan generasi penerus bangsa serta masa depan Pulau Samosir yang harus dilindungi dan dihormati haknya agar dapat bertumbuh dan berkembang dengan wajar dan baik.

Pada kenyataannya , pembangunan inprastruktur yang berjalan saat ini di Samosir tidak sensitif dengan keberadaan dan kondisi anak. Seolah-olah anak tidak mempunyai hak untuk dilibatkan didalam setiap proses pembangunan. Padahal anak secara universal diakui mempunyai hak partisipasi untuk didengar pendapatnya.

"Sementara kasus-kasus pelanggaran hak anak di Samosir tidak menjadi perioritas utama dalam rencana pembangunan Pulau Samosir termasuk anak-anak menjadi korban kekerasan seksual dan eksploitasi ekonomi, anak kurang gizi, termasuk anak terpapar dengan HIV/AID dan Anak Dalam situasi HIV, anak situasi korban narkoba serta pornografi dan porno aksi, "ucap Arist Merdeka Sirait Ketua Umum KOMNAS Perlindungan.Anakkepada sejumlah media di Balige Kamis (21/11/2019).

Lebih lanjut Arist mengatakan bahwa pembangunan sumber daya manusia dan lingkungan yang berkeadilan belum menjadi prioritas dan pertimbangan utama pembangunan KDT.

Demikian pula pembangunan inprakstruktur yang dilakukan pemerintah juga belum mempersiapkan anak2 sebagai sumberdaya bekelanjutan bahkan masih jauh tertinggal dan terlupakan.

Keberadaan anak di Pulau Samosir masih dianggap beban dan sumber masalah. Sementara kasus-kasus pelanggaran hak anak yang ada di KDT membutuhkan komitmen bersama untuk bisa diatasi.

"Samosir harus menjadi Pulau orang Batak yang bersahabat dan Layak bagi Anak, bebaskan anak dari segala bentuk eksploitasi, penelantaran, penganiayaan, kekerasan dan duskriminasi," lanjut Arist.

Kepentingan terbaik anak dalam mempersiapkan KDT sebagai wisata dunia harus menjadi yang utama. Pembangunan KDT harus sensitif terhadap hak-hak anak dan mempersiapkan mekanisme perlindungan anak daerah wisata yang konprehensif, dalam menghadapi tantangan dan dampak negatif dari wisata dimasa depan seperti prostitusi online anak dan peredaran narkoba.

Untuk diketahui bahwa tingginya kasus-kasus pelanggaran dan kejahatan terhadap anak di KDT karena kurangnya tanggungjawab, kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam memutus mata rantai pelanggaran terhadap anak.

Masyarakat selalu menganggap bahwa masalah anak adalah madalah domestik. Gereja sebagai institusi keagamaan juga tak mampu menyuarakan suara kenabiahnya untuk melawan dan membebaskan anak-anak dari ketidakadilan, ancaman narkoba, pornogragi dan kekerasan. "Gereja tenggelam dan asik dalam pembangunan fisik sarana dan prasarana dan lupa pula mempersiapkan jemaat menghadapi dampak negatif pembangunan wisata dan untuk dapat keluar dari kemiskinannya dan tantangan jaman,"imbuhnya.

Harus diakui bahwa Gereja saat sedang asyiik dengan dirinya sendiri, dan penuh dengan acara-acara seremonial. Tidak punya gerakan transformasi sosial yang menyadarkan.

Dengan demikian, untuk memastikan anak dapat bertumbuh dan berkembang secara wajar dan dapat menikmati waktu luang dan budayanya sudah selayaknyalah kita bangun KDT berwawasan lingkungan yang berkeadilan, serta sensitif dengan persoalan-persoalan anak. Pembangunan KDT wajib hukumnya dan wajib mempertimbangkan kepentingan terbaik anak (the best interest of the child).

"Pulau Samosir sebagai destinasi wisata dunia harus dijadikan Pulau Samosir yang unik, layak dan bersahabat dengan anak," tegas Arist.*