MEDAN - Pada Minggu pagi, warga Medan yang melek politik dihebohkan dengan kabar Walikota Medan, Dzulmi Eldin tak lagi maju di Pilkada 2020. Bisa jadi, Dzulmi Eldin dalam situasi bercanda mengungkap bahwa dirinya tak lagi maju di Pilkada Medan 2020. Terlepas dari itupun, peta kompetitor yang akan bertarung di pemilihan Walikota Medan sebenarnya dalam kondisi berimbang.

Meski sebenarnya banyak yang mengaku tak akan lagi memilih Eldin jika maju, namun tetap saja kabar itu bikin geger. Terlebih pernyataan Eldin itu masih terbilang sangat panjang menuju pendaftaran ke KPU.

Pada Rabu (7/8/2019) saat diwawancarai wartawan di Medan, Eldin cenderung tak lagi ngotot untuk bertarung di Pilkada. Mantan Kadispenda Medan itu mengaku ingin memberi kesempatan generasi muda yang mampu memenuhi harapan orang banyak untuk memimpin Kota Medan.

Lalu, bagaimana peta sosial politik lokal setelah Eldin tak lagi berambisi ke Balaikota Medan 2020-2025?

Seorang pegiat sosial Rizanul Arifin dalam sebuah tanya jawab, Rabu (7/8/2019) mengatakan, kabar tentang Eldin berdampak pada kompetitor lain yang mulai muncul ke permukaan jelang Pilkada Medan.

"Tentu ini punya dampak. Dampak positif bagi mereka yang bertarung menjadi kompetitor Pilkada. Artinya, semua kompetitor nanti nya berimbang, punya peluang yang sama jika petahana benar-benar tidak maju," kata Rizanul.

Parameter keberimbangan itu dipaparkan Rizanul dari nama-nama yang digadang-gadang maju sebagai Calon Walikota Medan.

"Nama-nama seperti Ihwan Ritonga, Rolel Harahap dan Edy Ikhsan masing-masing memiliki basis massa yang terukur. Bahkan jika Bobby Nasution menantu Jokowi ikut dalam pertarungan pun maka pertarungan masih dalam kedudukan imbang. Karena tak ada yang bisa dikatakan dominan dari nama-nama yang muncul itu," jelas salahsatu wartawan senior di Medan tersebut.

Meski pemilih masih akan banyak dipengaruhi soal uang, namun Rizanul meyakini tidak sedikit pula yang benar-benar mau menggunakan hak pilihnya karena alasan latarbelakang figur dan sebagainya.

"Tidak melulu tentang uang. Kaum intelektual yang pada Pilkada 2015 lalu banyak yang golput, saya yakini pada 2020 nanti akan datang ke TPS asalkan disuguhi figur-figur yang bukan itu-itu saja," ujar Rizanul.

Dalam kaitannya itu, Rizanul memprediksi pemilih milenial dan intelektual akan banyak melirik figur calon yang maju dari jalur non partai

"Distrust politic (ketidakpercayaan politik) kita sedang tinggi. Maka pemilih butuh warna baru dari kalangan non partai yang merepresentasikan aspirasi rakyat," kata Rizanul.

Untuk itu dia menyarankan agar calon non partai bisa segera melakukan langkah-langkah konkrit untuk menyahuti kehausan pemilih terhadap arus perubahan.

"Salahsatunya mendeteksi jumlah golput pada Pilkada Medan 2015 lalu. Lakukan penetrasi di sana dan segera kunci dukungan itu secepatnya. Harus buat strategi menarik agar pemilih milenial dan intelektual bisa tertarik," tukas Rizanul.