PEKANBARU - Isu jual beli donor darah yang sempat beredar di media sosial beberapa waktu menyedot perhatian masyarakat, khususnya bagi pendonor yang selama ini mendonorkan darahnya dengan sukarela. Mereka pastinya kaget ketika mendapati informasi viral yang menyebutkan bahwa orang yang membutuhkan darah ternyata harus merogoh kocek sebesar Rp360.000 untuk mendapatkan darah. Menjawab keresahan itu, salah satu karyawan Unit Transfusi Darah (UTD) di Kota Pekanbaru, Tessa yang sedang bertugas dalam agenda donor darah di Unri, memberikan penjelasan.

Ia mengatakan, bahwa uang yang dikeluarkan sebesar Rp360.000 merupakan biaya pengganti proses pengolahan darah (BPPD) yang harus melalui berbagai proses, dengan biaya yang tidak sedikit.

"Darah yang didonorkan tidak bisa langsung digunakan begitu saja, harus melewati tahapan-tahapan proses untuk menjadikan darah tersebut aman digunakan," kata Tessa di Kampus Unri, Selasa (6/8/2019).

Tessa menambahkan, biaya yang dikeluarkan digunakan untuk membeli kantong darah yang tidak diproduksi di Indonesia melainkan di impor dari negara lain, serta beberapa peralatan untuk mengecek HB darah dan lain sebagainya.

Tidak hanya itu, penggunaan beberapa alat seperti jarum, dan kantong darah. Hanya digunakan sekali pakai.

Tesa menapik pandangan masyarakat yang mengatakan bawah PMI memperkaya diri dengan jual darah, itu salah, sebab semua biaya yang dikeluarkan tersebut digunakan untuk proses pengolahan darah sebelum ditransfusikan.

"Tidak ada jual-beli darah, yang dibayarkan sebesar Rp360.000 per kantong darah itu digunakan untuk biaya ganti proses sebelum ditransfusikan dan biaya tersebut sama di seluruh Indonesia," pungkasnya. ***