JAKARTA — Jelang Real Count KPU yang bakal digelar 22 Mei mendatang, aroma tak sedap kembali menerpa Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), pernyataan yang mengundang kontroversi tersebut berhembus langsung dari mantan ketua MPR RI, Amien Rais. Politikus senior yang namanya telah mencuat sejak reformasi 98 ini, menuding jika KPU merupakan produk buatan rezim Joko Widodo yang bersikap acuh terhadap permasalahan kecurangan politik.

"KPU itu makhluk politik buatan pemerintah petahana. Jadi KPU itu kita seperti orang yang gak tahu masalah. Jadi KPU adalah tentu dibuat untuk yang menang di atasnya atasnya lagi," kata Amien Rais dalam sebuah diskusi bertajuk 'Diduga Terlibat Manipulasi Suara Rakyat: KPU Tidak Layak Dipercaya!' di kantor Seknas Prabowo-Sandiaga Uno di Jakarta, Sabtu (4/5).

Ketua Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) ini, mengaku sudah menerima laporan dugaan kecurangan. Amien juga menyebut, ahli IT sudah merekam ada upaya kecurangan yang tidak bisa terbantahkan.

Hal tersebut menguatkan tuduhan kalau ada kecurangan pemilu secara sistematis, masif, brutal, dan barbar. Amien pun menuding kecurangan tersebut terjadi hingga KPU tidak lagi mampu menangani.

"Saya diberitahu dari teman-teman yang ahli itu bahwa KPU sendiri itu sudah tidak bisa mengendalikan. Yang masukin data itu ada siluman yang lebih jauh lebih tinggi dari kodok dan cebong yang ingin menguasai semuanya. Tapi yakinlah, Allah memihak yang benar. Allah memihak kepada kita karena kita berjuang untuk hak dan melawan kebatilan," papar Amien.

Dewan Kehormatan PAN ini memandang people power tidak menjadi masalah. Menurutnya people power merupakan langkah konstitusional. Amien pun mengajak publik untuk berdo’a dan bersiap untuk bertindak.

"Ketika ndablek, mereka buta, mereka tuli, mereka pekok (goblok), mereka segala macam. tapi insya Allah teman-teman sekalian people power itu muncul tidak memerlukan setitik darah, tidak usah. Apalagi lecet, tidak mungkin. people power sesuatu langkah konstitusional, dalam demokrasi dijamin konstitusi," tegas Amin berapi-api.

Masih di tempat yang sama, politikus kawakan ini, menyinggung langkah mantan Kepala Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD ke KPU. Dirinya pun mengaku tidak mau melakukan kesalahan seperti Mahfud MD sehingga menunggu hasil tim IT.

“Saya tidak ingin mengulangi kesalahan Mahfud MD. Tidak tahu IT tapi sok tahu. Saya akan mengantarkan saja biar nanti tim IT membedah apa yang sebenarnya terjadi,” terang Amien.

Terpisah, ketika dimintai analisis dan tanggapan pernyataan kontroversi dari Amien Rais, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, mengatakan, politik selalu menghadirkan drama.

Dirinya menilai, manuver Amien Rais dan BPN masih akan terus berlanjut hingga 22 Mei dan bahkan hingga di MK. Bisa saja manuver tersebut untuk menggertak penyelenggara Pemilu.

Dirinya pun menganalisa bahwa hembusan dan ajakan people power dari Amien Rais tidak akan terwujud.

"Saya berkeyakinan people power tak akan terjadi, People power itu terjadi jika seluruh rakyat tidak suka terhadap pemerintah. Ini kan, pendukung Jokowi juga banyak, jadi jika ada people power dari Amien Rais dan BPN. Pasti akan ada tandingan dari kubu 01. Seperti halnya Ijtima Ulama 3, kan ada tandingannya dari Ulama-ulama pendukung 01," terangnya.

Akademisi Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) ini kembali memaparkan bahwa langkah Amien Rais dan BPN tersebut, merupakan perwujudan untuk opini publik bahwa pertarungan di kancah politik Indonesia, belum berakhir.

"Pertarungan memang belum usai. Jadi hingga darah penghabisan Amien Rais dan BPN terus berjuang. Pertarungan belum berakhir, karena masih proses perhitungan rekapitulasi suara dan belum ada yang diumumkan siapa pemenang Pilpresnya," imbuhnya.

Lebih jauh, pengamat politik yang khas dengan berkacamata ini, kembali menjelaskan, dalam alam demokrasi di Indonesia, orang bebas melakukan manuver-manuver, termasuk manuver yang dilakukan oleh Amien Rais dan BPN. Namun, memang dampaknya sangat besar bagi masyarakat.

"Masyarakat menjadi semakin terbelah dan masyarakat semakin muak terhadap elite-elite yang harusnya mampu mempererat persaudaraan, persatuan, dan kesatuan. Bukan malah membuat pernyataan-pernyataan dan manuver-manuver yang dapat merusak persaudaraan," pungkasnya.***