JAKARTA - Calon Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam debat terakhir Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mengakui ada BUMN salah kelola. Salah kelola katanya, terjadi pada masa lalu. "Tapi sebagai pemimpin, saya tidak mau membuka masa lalu BUMN, tapi memang ada satu dua tiga yang salah kelola," katanya Sabtu, (13/4).

Jokowi mengatakan saat ini pemerintahannya tengah memperbaiki kesalahan tersebut. Upaya tersebut, sedikit demi sedikit telah mulai membuahkan hasil.

Hasil perbaikan katanya salah satunya bisa terlihat dari kinerja PT INKA (Persero) yang berhasil mengekspor ratusan gerbong kereta produk mereka ke Bangladesh.

Perbaikan kinerja kata Jokowi juga tercermin dari pengambilalihan Blok Rokan dan Mahakam oleh PT Pertamina (Persero) dari tangan asing. "Kita juga tahu Inalum, BUMN kita sekarang menguasai pengelolaan mayoritas atas Freeport," katanya.

Jokowi mengatakan agar BUMN bisa bertambah besar, pihaknya saat ini juga tengah menyiapkan super holding BUMN. Kebijakan tersebut ditempuh sebagai lanjutan atas pembentukan holding yang saat ini sudah mulai dilakukan pemerintahannya.

Jokowi mengatakan pembentukan super holding dilakukan untuk membuat BUMN semakin besar dan menjadi pelopor untuk ekspansi bisnis ke luar negeri. "Untuk membuka pasar, membuka jaringan, sehingga bisa berkiprah di pasar global." katanya.

Kekuatan holding BUMN yang besar, sambung Jokowi, akan memudahkan BUMN mencari permodalan. Apalagi, ia menuturkan banyak proyek besar yang dikerjakan BUMN. Ambil contoh, industri kereta api yang berhasil mengekspor kereta api.

Menanggapi hal itu, capres penantang Prabowo Subianto mempertanyakan pemahaman Jokowi mengenai BUMN. Prabowo menilai rencana pembentukan sejumlah holding BUMN oleh pemerintah tak rasional lantaran pengelolaan BUMN saat ini tak baik.

"Pak Jokowi apa mengerti dan paham apa yang terjadi di BUMN-BUMN kita?" kritik Prabowo soal gagasan holding yang dilontarkan Jokowi dalam debat pilpres.

Prabowo mengambil contoh industri penerbangan, seperti PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk selaku BUMN, yang tidak bisa membukukan untung karena keterisian kursi pesawat harus mencapai 120 persen.

"Di Jepang, keterisian kursi pesawatnya cuma 60 persen, ANA, untuk untung. Kalau Garuda, pak, baru bisa untung 120 persen. Berarti tidak bisa untung-untung, begini terus pengelolaannya," tegas Prabowo.***