MEDAN - Sepanjang tahun 2018, BBPOM di Medan mengamankan sebanyak Rp 600 miliar barang ilegal yang terdiri dari obat, obat tradisional, kosmetik, suplemen dan pangan yang ditemui di Indonesia. "Paling banyak dijumpai adalah produk kosmetik dengan total Rp136 miliar," ungkap Kepala Badan Pengawasan Obat Makanan (BPOM) Republik Indonesia (RI), Penny K. Lukito didampingi Kepala BPOM Medan, Yulius Sacramento, Senin (8/4/2019) usai membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BPOM di Medan.

Menurut dia, peredaran kosmetik yang paling banyak dijumpai yakni produk kosmetik online.

"Kita sudah lakukan secara intensif pengawasan untuk produk kosmetik online. Pengawasan ini secara rutin dilakukan oleh Badan POM di bawah kedeputian khusus untuk mengawasi pengawasan kosmetik ini tentunya secara intensif lagi pengawasan untuk kosmetik online,” ujar Penny.

Di lain sisi, BPOM RI juga bekerjasama dengan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) Kementerian Pariwisata RI dalam mengawasi masuknya produk-produk impor yang dibawa oleh UMKM di wilayah Pariwisata Danau Toba.

Bahkan, lanjut Penny K.Lukito, hal ini juga dilakukan BPOM bersama sejumlah lintas sektor dan seluruh kepala balai yang ada seluruh wilayah Indonesia di Medan.
“Kerjasama ini berbentuk pendampingan untuk pelaku UMKM di destinasi wisata Danau Toba. Di mana ada perlakukan khusus untuk produk-produk impor yang masuk ke dalam wilayah kawasan khusus Danau Toba dan ini berkaitan dalam mendapatkan izin edar.

“Sehingga tidak kami anggap ilegal dan tidak langsung ditindak dan dimusnahkan produknya. Namun, produk yang diedarkan di wilayah Danau Toba ini harus memiliki kualitas yang masih bagus dan diedarkan secara legal tentunya harus ada izinnya. Jadi, bagaimana bisa mendapatkan upaya khusus sehingga memiliki izin edar yang cepat. Jadi melalui pendampingan, pengawasan dan registrasi terhadap produk impor sehingga bisa dapat legal. Ada percepatan dalam memberikan izin,” timpalnya.

Selain itu, dalam Rakernas tersebut juga memperkenalkan program fasilitator pengawasan obat dan makanan desa. Atau fasilitator POM Desa. Menurut Penny ini merupakan program inovatif karena BPOM sendiri mengedukasi masyarakat untuk menjadi konsumen yang cerdas harus hati-hati dengan berbagai peredaran dan produksi barang-barang ilegal.

“Fasilitator POM Desa ini mendampingi pengembangan industri obat dan makanan khususnya ini UMKM yang ada di desa. Perseorangan yang mempunyai potensi sebetulnya untuk mengembangkan usahanya di bantu oleh balai POM. Apalagi saat ini selain di Medan, BPOM sudah ada di Tanjung Balai dan Tobasa. Jadi kita bisa melayani masyarakat dan pelaku usaha untuk meningkatkan kualitas dan produksinya. Kedepan mudah-mudahan BPOM bisa lebih banyak lagi. Sebab pengawasan obat dan makanan ada di agenda dokumen perencanaan pembangunan nasional di Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2020,” pungkasnya.

Dalam rakernas ini juga dihadiri Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumatera Utara, Sabrina, Kepala Dinas Kesehatan Sumut, Drs Agustama Apt MKes, Walikota Medan, Drs Dzulmi Eldin dan sejumlah pejabat lainnya.