JAKARTA - Pengamat Komunikasi Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Nyarwi Ahmad menilai, pilihan warna basis politik merupakan gimik untuk membangun dan menkonsolidasikan masa pendukung. Dalam konteks Pilpres 2019 yang hanya terdapat dua pasangan calon (Paslon), kata Nyarwi, bukanlah langkah taktis jika kedua-keduanya mengidentifikasikan diri dengan warna yang sama.

"Itu dalam perspektif marketing politik. Karena (dengan penggunaan warna yang sama, red) segmentasi dan contrasting masing-masing pendukung Paslon menjadi kabur," jelas Nyarwi kepada GoNews Grup, Jumat (05/04/2019).

Direktur Studi Presidensial di Departemen Media Digital dan Pusat Penelitian Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM ini menjelaskan, permainan identitas warna juga tidak akan mendongkrak keterpilihan Paslon.

"Dampak permainan identitas warna ini kan hanya ke pemilih saja. (Adapun, red) masing-masing kandidat Capres-Cawapres sudah memiliki identitas warna yang berbeda yang mereka gunakan di kertas suara," kata Nyarwi.

Di sisi lain, kata Nyarwi, kesamaan identitas warna juga bisa membawa dampak positif untuk menurunkan tensi dan menyatukan kembali masyarakat yang telah terpolarisasi secara politik selama ini.

"Para pemilih (yang punya potensi maupun yang sudah) terbelah, bisa menjadi 'putih' semuanya," kata Nyarwi.

Seperti diketahui, kubu paslon Capres-Cawapres nomor urut 01, Jokowi-Maruf Amin telah matang menggunakan warna putih sebagai identitas warna mereka.

Jokowi, saat kampanye terbuka di Stadion Jember Sport Garden, Jawa Timur pada 25 Maret 2019 lalu, bahkan mengarahkan pemilih untuk mengenakan baju putih saat memilih.

"Putih adalah kita (dan) kita adalah putih" seruan Jokowi yang berbuntut polemik soal asas kerhasiaan pilihan pemilih.

Kubu Capres-Cawapres nomor urut 02 yang jadi penantang, Prabowo-Sandi, juga tampak mematangkan warna putih sebagai ID Color massa pendukungnya.

Hal itu tercermin dari undangan kampanye terbuka di Gelora Bung Karno (GBK) yang akan berlangsung pada Minggu (07/04/2019). Pada undangan yang beredar via Whatsapp itu, dress code disebut berwarna putih-krem.

Identitas warna putih di massa Prabowo-Sandi juga kian tegas dengan video Ustadz Bachtiar Nasir (UBN) yang mengimbau masyarakat untuk memutihkan lokasi kampanye Prabowo-Sandi tersebut.

"Ayo Berbondong-bondong kita putihkan Senayan, kita putihkan Jakarta pada tanggal 7 April 2019. Di sana kita berdoa, di sana kita bermunajat kepada ALLAH semoga ALLAH berikan pemimpin yang terbaik untuk bangsa ini dan semoga ALLAH menangkan pilihan kita semua," kata UBN dalam video berjudul #PutihkanJakarta itu.

Kode pakaian putih, memang sejak lama melekat di barisan umat Islam yang terlibat dalam aksi 212 kala perebutan kursi DKI 1-2 antara Ahok-Djarot dengan Anies-Sandi, 2017 lalu.

Hampir seluruh massa 212, kini identik dengan pendukung Prabowo-Sandi. Tak heran, nama 212 sebagai entitas pun disebut UBN dalam videonya kali ini, lengkap dengan penyertaan nilai-nilai Pancasila.

"Saya Bachtiar Nasir, mengajak segenap elemen ummat yang sudah terlatih di 212; bagaimana caranya berangkat, dengan kedamaian, dengan ongkos sendiri, dengan menjaga kebersihan, dengan disiplin, dengan gotong royong, dengan tidak menyebarkan hoax, dengan tidak terprovokasi, dengan saling membantu satu sama lain, kita pererat Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan dan demi tegaknya Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia," kata UBN.***