TUJUH daerah Kabupaten se kawasan danau Toba Sumatera Utara (Sumut) mengalami kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) hingga 85 persen dari sektor kemajuan pariwisata.

Hal itu dikemukakan Menteri Pariwisata RI Arief Yahya pada Gala Dinner Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2019 di Hotel JW Marriot Surabaya, Jawa Timur, Kamis malam (7/2/2019).

Pernyataan Menteri Pariwisata RI tersebut mempertegas betapa sektor pariwisata jika dikelola dengan sungguh-sungguh akan mampu memajukan suatu daerah dengan kalkulasi yang tepat.

Tidak heran, kata Arief Yahya di depan ratusan wartawan yang menghadiri Gala Dinner HPN 2019 tersebut, efek dari kemajuan pariwisata itu juga dirasakan Indonesia dengan raihan peningkatan pendapatan negara terbesar di luar sektor minyak dan gas bumi (Migas). "Bahkan ke depan tepatnya tahun 2020 sektor pariwisata akan menjadi sumber penghasilan negara yang terbesar," kata Arief Yahya optimis.

Berangkat dari optimisme ini tentunya Sumut sangat berpeluang untuk dapat lebih maju di berbagai bidang dari penataan sektor pariwisata.

Sebagaimana Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Letjen TNI (Purn) H Edy Rahmayadi Minggu (24/2/2019) menegaskan komitmennya, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) bermartabat diproyeksikan menjadi salah satu provinsi terbaik di Indonesia dalam lima tahun ke depan, ditopang upaya maksimal memacu pendapatan daerah melalui optimalisasi pendapatan dari berbagai sumber. Diproyeksikan sampai tahun 2023, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) provinsi ini mencapai Rp 18 triliun.

Komitmen tersebut, kata Edy Rahmayadi, telah dituangkan dalam dokumen resmi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sumut 2018 – 2023.

“Dalam upaya pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran RPJMD diperlukan upaya maksimal memacu pendapatan daerah khususnya optimalisasi pendapatan dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Sumber-sumber pembiayaan alternatif dikembangkan melalui investasi langsung pihak swasta maupun skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) dan dana Corporate Sosial Responsibility (CSR) perusahaan pemerintah dan swasta serta dukungan masyarakat lainnya,” jelas Gubsu.

Di bidang pariwisata, Gubsu mengupayakan pengembangan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Danau Toba melalui pembangunan jalan tol Tebingtinggi-Parapat, serta peningkatan akses transportasi menuju destinasi wisata lainnya.

Selain itu Gubsu dalam RPJMD 2018-2023 mengupayakan pencapaian target kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 500.000 orang. Hal ini dilakukan melalui upaya pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana pendukung pariwisata dengan mendorong partisipasi swasta dalam pembangunan convention center, perhotelan, restoran, sport area dan lain-lain; pembangunan “agrotechnopark” di kawasan Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo (Mebidangro), pembangunan wisata olahraga antara lain di kawasan Danau Toba dan arung jeram Asahan; wisata budaya dan wisata bahari di kepulauan Nias dan Tapanuli Tengah–Sibolga, serta ekowisata di Danau Siais Tapanuli Selatan, Bahorok dan Tangkahan Langkat, wisata mangrove di Langkat, Serdang Bedagai, dan Batubara, serta pengembangan pusat wisata religi sejarah antara lain Islamic Center di Deli serdang, titik nol masuknya Islam di Barus Tapanuli Tengah dan situs Putri Hijau Deli Serdang. Selain itu juga pelaksanaan event wisata seperti festival kopi, festival buah dan bunga, serta karnaval kebudayaan.

Seiring itu, Danau Toba sebagai salah satu ikon pariwisata Bali Baru yang didukung Pemerintah Pusat menjadi starting point untuk mendorong kemajuan Sumut yang bermartabat. Dan untuk memacunya supaya lebih kencang, program Wisata Halal perlu ditumbuhkembangkan terutama di kawasan destinasi wisata unggulan yang dimiliki Provinsi Sumatera Utara. ***

Belajar dari Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pasca penerapan Wisata Halal di kawasan itu ternyata mampu mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD), membuka lapangan kerja dan meningkatkan perputaran ekonomi daerah.

Apa itu Wisata Halal? Global Muslim Travel Index (GMTI) telah membuat kriteria yang apik untuk standarisasi wisata halal dunia. Kementerian Pariwisata juga memakai kriteria yang disusun GMTI ini.

“Ada syarat sebuah obyek wisata memenuhi kriteria wisata halal. Syarat-syarat ini merujuk kepada kebutuhan hidup Islami seorang muslim," kata Ketua Asosiasi Industri Travel (ASITA) Sumut, Solahuddin kepada GoSumut. com, kemarin.

Dalam membuat peringkat destinasi wisata halal dunia, kata Solahuddin, GMTI membuat kriteria sebagai berikut: Pertama, ramah keluarga. Pada umumnya wisatawan Muslim berwisata bersama keluarga. Sehingga, kriteria ini menjadi syarat utama. Tempat wisata seyogyanya juga ramah anak muslim.

Kedua, keamanan. Tidak seorangpun mau bepergian ke tempat yang tidak aman. Bebas kejahatan, bebas terorisme, dan jaminan keamanan lain menjadi sangat penting.

Ketiga, jumlah Kunjungan muslim. Dalam membuat peringkat, GMTI juga melihat seberapa banyak kunjungan muslim ke tempat itu.

Keempat, jaminan kehalalan makanan dan banyaknya pilihan. Makanan merupakan hal paling berhubungan dengan soal halal-haram. Jaminanan kehalalan dan variasi makanan yang ada menjadi kebutuhan pokok.

Kelima, fasilitas salat. Adanya masjid dan petunjuk tempat dan waktu salat adalah kebutuhan sehari-hari seorang muslim di mana saja.

Keenam, fasilitas Bandara. Cerita tentang sulitnya mencari tempat salat di bandara mungkin makin mengecil. Pasalnya, banyak Bandara yang sekarang menyediakan tempat salat bagi pelancong muslim.

Ketujuh, pilihan akomodasi. Pesawat, hotel dan akomodasi lain perlu memberikan jaminanan kehalalan jika ingin menjadi destinasi wisata halal.

Kedelapan, kesadaran kehalalan menjadi kebutuhan wisatawan muslim dan upaya memenuhinya. Sembilan, kemudahan komunikasi. Sepuluh, kemudahan visa. Dan terakhir transportasi udara.

"Bagi Sumatera Utara, secara umum sudah memiliki modal yang kuat untuk semua itu. Hanya perlu penegasan dangan hal-hal formal seperti sertifikat halal, aplikasi halal guide, dan dukungan pemerintah kepada semua pihak yang ingin mewujudkan hal ini," ujar Solahuddin. ***

Konsep wisata halal di NTB semakin mendapat dukungan dari pemerintah setempat usai 2016 silam diluncurkan Peraturan Daerah (Perda) khusus. Perda yang baru pertama kali ada di Indonesia itu memberikan aturan khusus mengenai sertifikasi halal untuk restoran dan tempat spa.

Hotel yang ingin mendapatkan sertifikasi halal wajib menyediakan musala permanen bagi pengunjung yang ingin melaksanakan ibadah. Musala tersebut harus dilengkapi dengan sajadah, Al-Qur’an, dan pelengkap lainnya.

Sementara untuk restoran, dilarang keras menyajikan makanan atau minuman yang mengandung daging babi atau bahan haram lainnya. Sedangkan bagi para pemilik usaha spa, bilik untuk pria dan wanita harus dipisah guna mencegah munculnya kesempatan melakukan kegiatan bernuasa negatif.

Terlepas dari semua aturan tersebut, pemerintah NTB tak lantas bermaksud membatasi ruang gerak para wisatawan domestik maupun asing. Wisatawan tetap diperkenankan menggunakan pakaian yang menurut mereka nyaman, selama tidak melanggar norma-norma kesopanan.

Konsep Wisata halal NTB diterapkan hanya sebatas untuk menyediakan kebutuhan dasar bagi para pengunjung beragama Islam. Baik itu untuk beribadah maupun makanan. Pemerintah tidak mewajibkan turis untuk menginap di hotel atau makan di restoran tertentu, semuanya tetap tergantung pada pilihan masing-masing.

Konsep wisata halal NTB terbukti sudah mendapatkan tanggapan positif dari para pelaku usaha setempat. Menurut data yang dirilis Dinas Pariwisata setempat, dalam beberapa tahun belakangan minat dari restoran dan hotel untuk mendapatkan sertifikasi halal semakin meningkat.

Para pengelola hotel pun antusias karena konsep wisata halal NTB membuat mereka kini bisa lebih agresif dalam menyasar pasar Timur Tengah dan negara-negara lain yang mayoritas penduduknya muslim.

Sertifikasi halal dan kamar yang dilengkapi dengan sarana ibadah diharapkan bisa menjadi daya tarik khusus di mata para wisatawan asing.

Salah satu tempat wisata yang sering dikedepankan berkaitan dengan konsep wisata halal NTB adalah sentra pembuatan kain tenun di Lombok. Selain unik dan khas, pusat kerajinan ini juga dianggap sebagai lokasi wisata yang tidak terlalu mengumbar aurat.

Demikian sekilas konsep wisata halal NTB yang bisa diadopsi dan belakangan semakin berkembang dan sukses menarik minat banyak wisatawan asing maupun domestik.

Apakah Sumatera Utara mau mengembangkan konsep Wisata Halal yang juga sudah diterapkan di Provinsi Aceh dan Sumatera Barat ini? Semoga menjadi perhatian bersama untuk kemajuan Sumut bermartabat. ***

* Tulisan ini diikutsertakan untuk lomba karya tulis HUT Provsu 2019 Diselenggarakan Dinas Kominfo Sumut.