MEDAN- Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei di wilayah Sumatera Utara (Sumut) dalam dua tahun ini meningkat.

Hal ini disampaikan oleh Peneliti LSI, Akhmad Khoirul Umam, dalam presentasi yang bertajuk “Potret Antikorupsi Sumatera Utara: Hasil Survei Opini Publik dan Survei Pelaku Usaha di Sektor Infrastruktur, Perizinan, dan Kepabeanan” di Garuda Plaza Hotel Medan, Rabu (6/2/2019).

Mayoritas warga Sumut menilai tingkat korupsi meningkat dalam dua tahun terakhir. Dibandingkan dengan temuan survei 2016 lalu, persepsi warga terhadap meningkatnya korupsi cenderung naik, dari 43% pada 2016 menjadi 54% tahun ini. Persepsi warga Sumut ini relatif sama dengan persepsi publik di tingkat nasional.

  “Saat ini warga paling banyak tahu dengan langkah pemberantasan korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 91%, dan kemudian Presiden 62%. Di antara yang tahu, warga juga menilai langkah KPK tersebut dinilai efektif 85%, sementara Presiden 81%. Sedangkan lembaga lain, warga masih banyak yang belum tahu dan masih dinilai kurang efektif,” ucapnya.

Menurut warga, sambung Khoirul, pemerintah, terutama pemerintah pusat serius atau sangat serius melawan korupsi (70%). Sementara pemerintah daerah lebih rendah dinilai keseriusannya, yakni pemerintah provinsi (51%) dan pemerintah kabupaten/kota (47%).

Persepsi terhadap luasnya penyebaran korupsi berbeda terhadap pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan. Warga Sumatera Utara menilai korupsi paling banyak terjadi di pemerintah pusat, lalu menurun hingga yang paling sedikit korupsinya di tingkat desa/kelurahan.

“Ini menunjukkan bahwa semakin jauh dari warga, pemerintah semakin dinilai korup, dan sebaliknya,” terang dia.

Kinerja pemerintah dinilai oleh warga Sumut semakin baik terutama dalam membangun infrastruktur, seperti jalan raya dan pembangkit listrik, dan mengusahakan keterjangkauan pelayanan kesehatan. Akan tetapi, dalam pencegahan dan penegakan hukum terhadap pelaku korupsi masih perlu ditingkatkan.*