MEDAN - Sebanyak 154,9 ton rotan ilegal diamankan pihak Bea dan Cukai dari Pelabuhan Belawan. Rencananya ratusan ton rotan yang disimpan dalam 9 kontainer itu akan diselundupkan ke Singapura dan China.

"Pengungkapan kasus penyelundupan ini dilakukan pada 14 Desember 2018 lalu. Pengungkapan dilakukan setelah petugas menindaklanjuti informasi dari masyarakat, yang menyebutkan adanya rencana pengiriman rotan asalan dari pelabuhan Belawan,' ucap Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Sumatera Utara, Oza Olivia, Kamis (27/12).

Usai menerima informasi itu, pihaknya lanjut Oza melakukan penyelidikan. Setelah ditindaklanjuti pihaknya menemukan sejumlah dokumen pemberitahuan ekspor kontainer ke Singapura dan China yang awalnya disebut berisi biji pinang.

"Ternyata saat kita selidiki isinya rotan asalan yang berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No 44 Tahun 2013, sebagai komoditi yang dilarang untuk di ekspor,,"ujar Oza seraya menyebutkan pengungkapan kasus penyelundupan rotan asalan ini merupakan pengungkapan kali pertama dalam tiga tahun terakhir di Sumatera Utara.

Oza lebih lanjut mengatakan, rotan asalan yang mereka sita dari hasil pengungkapan itu bernilai lebih dari Rp.11 miliar. Namun dampak ekonomi dari penyelundupan ini jauh lebih besar lagi.

"Ekspor rotan asalan ini dilarang karena sebenarnya komoditi ini dibutuhkan untuk industri dalam negeri. Pemerintah berharap sebenarnya rotan asalan ini diolah dulu menjadi barang jadi seperti furniture, lalu di ekspor, agar bisa memberikan nilai tambah bagi industri dalam negeri dan devisa untuk negara," tukasnya.

Atas pengungkapan kasus ini, lanjut Oza, pihaknya telah menetapkan seorang tersangka berinisial AH, yang merupakan direktur CV ZM, perusahaan yang mengekspor rotan asalan tersebut. Tersangka AH akan dijerat dengan Pasal 103 (a) Undang-Undang No 10 tahun 1996 sebagaimana diubah dengan UU No 17 tahun 2006 tentang kepabeanan Pasal 103 pemberitahuan tidak benar tentang dokumen ekspor.

"Ancamannya pidana paling singkat 2 tahun dan paling lama 8 tahun serta denda paling sedikit Rp.100 juta dan paling banyak Rp. 5 miliar,"tandas Oza.*