JAKARTA - Jika perempuan lebih banyak dalam proses pengambilan keputusan, maka fokus kehidupan politik juga bisa berubah. Begitulah ungkapan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Darmayanti Lubis saat berbicara mengenai Kepemimpinan Perempuan.

Hal ini disampaikan Darmayanti saat menjadi pembicara dalam Sekolah Kepemimpinan yang diselenggarakan Korps Himpunan Mahasiswa Islam-Wati (Kohati), Rabu (3/10), di New Panjang Jiwo Resort, Bogor.

Pada kesempatan tersebut Darmayanti menekankan pentingnya peran perempuan dalam mengisi jabatan-jabatan publik, salah satunya sebagai anggota legislatif.

"Perempuan Indonesia dapat memanfaatkan peluang keterbukaan dan globalisasi untuk meningkatkan perannya yang lebih besar demi perbaikan bangsa dan negara," ujarnya.

Untuk mendukung hal tersebut kata dia, yang perlu didorong adalah kemauan perempuan untuk terjun ke ranah publik, untuk mau bersaing dengan kaum pria.

Ia menggambarkan kenyataan di tiga momentum Pemilihan Umum (Pemilu) terakhir, prosentase keterpilihan perempuan ke dalam kontestasi pemilihan anggota legislatif masih jauh dari ambang batas maksimal 30%. Berdasarkan hasil Pemilu 2004, jumlah anggota legislative yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 11,82%. Kemudian hasil Pemilu 2009, jumlah perempuan mengalami kenaikan menjadi 17,86%. "Sayangnya hasil Pemilu 2014, jumlah tersebut mengalami sedikit penurunan menjadi 17,32%," tambahnya.

Darmayanti menjelaskan, perempuan sebenarnya memiliki peran yang signifikan di parlemen sepanjang kekuatannya bisa dikonsolidasikan. Jika perempuan lebih banyak dalam proses pengambilan keputusan, maka fokus kehidupan politik juga bisa berubah.

Dampak yang paling jelas adalah akan terjadi perluasan wilayah politik ke arah masalah-masalah dan isu-isu yang semula dianggap bukan isu politik. Sebut saja seperti kesejahteraan anak, perlindungan terhadap reproduksi perempuan, dan lain-lain. "Selain itu, kehidupan politik juga akan lebih bermoral karena perempuan lebih mementingkan isu politik konvensional seperti ekonomi, pendidikan, perumahan, lingkungan, kesejahteraan sosial, daripada politik keras (hard politic) seperti peningkatan tentara, perang, pembelian senjata, dan sebagainya," terang legislator asal Sumatera Utara ini.

Selain itu, berbagai bentuk perundang-undangan bertema perempuan bisa dirancang bersama pemerintah sebagai bentuk perlindungan kepada kaum perempuan. Oleh sebab itu, Darmayanti mendorong kaum perempuan di Indonesia harus pandai melihat peluang dan memanfatkannya secara maksimal untuk meningkatkan harkat dan martabatnya.

"Untuk meningkatkan prosentase keterpilihan perempuan dalam pemilu, kita bisa memanfaatkan media massa secara efektif karena media massa merupakan senjata utama di dunia modern dalam membentuk persepsi publik baik positif atau negatif secara serentak," pungkasnya.

Turut hadir sebagai pembicara dalam diskusi panel di tempat yang sama, Anggota Komisi Penyiaran Indonesia, Nuning Rodiyah, dan Bupati Bogor terpilih, Ade Munawaroh Yasin. Keduanya pun ikut berbicara mengenai peran perempuan disektor publik.***