JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan, posisi nomor urut caleg tidak berpengaruh dalam pemilu 2019 mendatang.

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, untuk mendapatkan kursi pada Pemilu 2019 syarat mutlaknya adalah mendapat suara terbanyak.

Untuk metodenya menggunakan sainte league murni, sesuai dengan keputusan MK. Dia juga menegaskan untuk mendapatkan suara terbanyak wajib menggunakan cara-cara demokratis, bukan ilegal maupun curang.

Penyelenggara bekerja dengan asasnya, seperti profesional, mandiri, dan independen. Kemudian, para peserta dan calon anggota legislatif itu bekerja untuk masyarakat dan mengenali masyarakat dengan baik untuk meraih suara banyak," kata Arif Budiman, Kamis (06/9/2018) di Jakarta.

Mengenai posisi nomor urut calon anggota legislatif bisa berpengaruh terhadap perolehan suara dan potensial mendapatkan kursi, ia mengatakan dalam metode konversi kursi Pemilu 2019 tidak terlalu berpengaruh.

"Sudah dua kali periode menggunakan suara terbanyak. Hanya persoalannya itu jangan sampai calon-calon itu tidak tertib, calon harus mengikuti jadwal jangan mencuri start dengan memasang APK di pelosok-pelosok desa terlebih dahulu," ujarnya.

Sementara itu, Koordinator Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Muchtar Sindang mengatakan, Caleg nomor urut satu belum pasti terpilih dalam Pemilu Legislatif 2019 mendatang. Dengan sistem suara terbanyak peluang caleg nomor urut sama-sama terbuka. Semua tergantung keahlian dalam merebut suara pemilih.

Menurutnya, nomor urut bukanlah faktor utama yang bakal menentukan kemenangan seorang caleg di pemilu. Oleh karena itu, saran dia, caleg dengan nomor urut besar tak perlu ciut nyali melanjutkan sosialisasi bersaing dengan caleg nomor satu saat pemilu.

Kata dia, justru dengan nomor urut besar caleg punya beban yang lebih kecil ketimbang caleg nomor urut satu. Muchtar menyakini, kesuksesan caleg di pemilu legislatif lebih ditentukan pada faktor kerja keras dan kerja cerdas. Caleg, yang bisa membawa hal baru yang positif di masyarakat saat berkampanye akan berpeluang dipilih sebagai wakil rakyat.

"Suara terbanyak membuat kompetisi antar caleg menjadi terbuka. Elit parpol yang dapat nomor satu bisa tumbang dengan orang biasa. Jadi tak ada alasan caleg nomor urut besar takut bersaing dengan nomor urut satu," ujar dia.

Muchtar berharap, kader partai tidak saling menjatuhkan hanya karena persoalan nomor urut. Dikatakan, banyak kantong suara yang bisa dibagi antar caleg ketika terjun ke konstituen. "Meski kenyataan di lapangan sulit dihindari gesekan antar caleg nomor urut kecil dan besar. Tapi semua caleg harus tetap optimistis," harap dia.

Sementara itu, Wasekjen DPP PAN, Irvan Herman menilai, sudah tidak relevan jika caleg memperdebatkan nomor urut yang sudah masuk dalam Daftar Caleg Sementara (DCS) di KPU. Dengan sistem suara terbanyak,  setiap caleg berpeluang untuk terpilih.

Politisi muda asal Pekanbaru ini mengakui, persoalan nomor urut kadang menimbulkan riak permasalahan di internal parpol. Namun, hal tersebut tidak boleh berlarut-larut karena tugas caleg selanjutnya lebih penting, yakni bersosialisasi memenangkan partai.

"Itu adalah konsekuensi (ketidakpuasan). Semua partai pasti mengalami, karena memang tidak bisa semua diakomodir sesuai keinginan. Tapi kita nggak khawatir akan timbul perpecahan. Ini kan cuma fenomena politik biasa," ujarnya kepad GoNews.co.

Ia menjelaskan, partainya menentukan nomor urut caleg dalam DCS berdasarkan penilaian yang terukur. Caleg yang menempati nomor urut satu tidak bisa ujug-ujug dari langit. "Jadi yang kami masukkan ke DCS itu kader-kader terbaik berdasarkan kriteria terbaik. Kalau ada yang tidak puas, ya apa boleh buat itu sulit dihindari," tegas dia

Sementar itu, Pengamat politik Manifest Institute Adi menilai, nomor urut berpengaruh terhadap tingkat keterpilihan. Caleg dengan nomor urut kecil lebih mudah dilihat di kertas suara sehingga hal itu memudahkan warga saat ingin mencontreng. "Sosialisasi nomor urut kecil lebih mudah ketimbang nomor besar. Selain itu rakyat banyak yang percaya nomor urut satu itu pasti tokoh yang dipercaya partainya. Makanya, mereka cenderung memilih nomor satu," katanya.

Masih kata Adi, nomor urut tidak berpengaruh dengan tingkat elektabilitas calon anggota legislatif. Jadi kontestan pemilu tidak perlu meributkan nomor urut dalam daftar calon sementara (DCS). "Pemilih akan memilih nomor lebih kecil itu hanya mitos dan asumsi. Soalnya semua caleg dengan sistem sekarang mendapatkan nomor urut kecil (1-10). Jadi mereka tetap terlihat dalam kertas suara saat pemilihan," ujarnya.

Dengan sistem suara terbanyak maka terpilihnya caleg lebih ditentukan dari caranya mendekatkan diri kepada rakyat dan cara mensosialisasi program kerja pro rakyat. Nomor urut kata dia, hanya berpengaruh kalau ada anggota DPR yang kena PAW (Pergantian Antar Waktu-red). Rakyat pun tidak terlalu memperhatikan nomor ketika memilih.

"Kalau masyarakat percaya dengan caleg pasti akan memilih caleg itu. Yang penting caleg ketika sosialisasi jangan lupa memberitahu nomor urutnya biar masyarakat mudah mencontrengnya waktu pemilihan," saran dia.

Ia menyarankan, kader parpol tidak meributkan nomor urut. Dia juga meminta, parpol tidak melakukan bongkar pasang nomor urut setelah menyerahkan DCS. Merubah nomor urut dikhawatirkan akan menimbulkan kericuhan dan ketidakpastian antar bacaleg. "Bila KPU memberi kesempatan seluas-luasnya untuk parpol bongkar pasang nomor, maka elite partai akan melakukan tawar menawar dengan caleg, bahkan menjadi alat intimidasi. Bisa ada kegaduhan nanti," ingatnya.

Ditempat terpisah, Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Reni Marlinawati mengatakan, nomor urut tak menentukan terpilih atau tidaknya seorang calon wakil rakyat. Nomor urut atas tidak akan menjamin seorang caleg bisa memperoleh suara tinggi.

"Ada persepsi bahwa itu nomor satu bisa jadi (anggota legislatif), tetapi itu bukan jaminan bahwa orang itu akan jadi," kata Reni.

Sistem proporsional terbuka yang digunakan dalam pemilu di Indonesia, menurutnya, membuat nomor urut tidak akan memberikan pengaruh. Setiap caleg memiliki kesempatan yang sama besar untuk menjadi pemenang. "Saya ingin membuat semangat mereka agar tidak turun, (sehingga) kiprah mereka di dunia politik kendur. Saya yakin tidak berpengaruh," ujarnya.

Sementara itu, politisi Partai Gerindra Ferry Juliantono mengatakan faktor yang memengaruhi perolehan suara adalah kedekatan caleg dengan konstituennya.

"Cuma, nomor urut satu (dianggap) lebih prestisius. Tidak jarang warga yang tanpa pikir panjang memilih seorang caleg karena ada di nomor urut satu," kata Ferry. ***