JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperingatkan para pejabat publik yang menerima tiket Asian Games 2018 agar melapor. Sebab, pemberian tiket itu termasuk gratifikasi.

Menurut Ketua KPK Agus Raharjo, banyak pejabat minta tiket ke panitia Asian Games. Ada juga BUMN yang memborong tiket untuk diberikan kepada para pejabat. Agus tak menyebut siapa dan BUMN mana yang dia maksud.

KPK tengah menelusuri pemberian ataupun penerimaan tiket ini, karena termasuk gratifikasi.

"KPK menegaskan tindakan di atas masuk ranah gratifikasi," kata Agus, Selasa (28/8/2018).

Kementerian BUMN membantah memborong tiket. Staf Khusus Menteri BUMN Wianda Pusponegoro menyatakan, BUMN bukan memborong tiket Asian Games. Tapi mereka yang menjadi sponsor Asian Games 2018 memang mendapat jatah tiket dari penyelenggara.

BUMN Perihal Surat Dukungan Sosialisasi Asian Games XVIII Tahun 2018

Enam BUMN menjadi prestige sponsor Asian Games, maka sebagai kontra prestasi masing-masing BUMN sponsor tadi mendapatkan tiket untuk nonton cabang olahraga dalam Asian Games,” kata Wianda, Jakarta, Selasa (28/8/2018).

Jika tiket yang diterima pejabat adalah gratifikasi, Juru Bicara KPK, Febridiansyah menyarankan mereka melapor. Pelaporan gratifikasi bisa dilakukan secara daring melalui aplikasi Gratifikasi Online (GOL). Aplikasi ini bisa diunduh di Android, IOS atau akses gol.kpk.go.id.

"KPK mengimbau agar para penyelenggara negara atau pegawai negeri melaporkan setiap penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya paling lambat 30 hari kerja sejak penerimaan terjadi,” kata Febri, Selasa (28/8/2018).

Jika sudah dilaporkan, KPK akan menganalisis apakah gratifikasi tersebut menjadi milik penerima atau milik negara.

Dalam pembukaan Asian Games, Sabtu (18/8/2018) banyak pejabat negara dan petinggi partai politik hadir.

Mereka antara lain para menteri Kabinet Kerja. Seperti Mendagri Tjahjo Kumolo, Menkes Nila Moeloek, Menkeu Sri Mulyani, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, dan Mensos Idrus Marham.

Petinggi partai politik yang terlihat adalah Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Sekjen PPP Arsul Sani, Sekjen NasDem Johnny G Plate, Sekjen Perindo Ahmad Rofiq, dan Sekjen PSI Raja Juli Antoni. Bahkan komisioner KPK seperti Basaria Pandjaitan dan Laode M Syari juga turut hadir.

Gratifikasi ini diatur dalam Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Gratifikasi didefinisikan sebagai pemberian dalam arti luas yang mencakup uang, barang, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya.

Gratifikasi beda dengan suap. Suap diberikan memang untuk mempengaruhi keputusan pejabat publik yang menguntungkan penyuap. Sedangkan gratifikasi, memiliki potensi yang mengarah pada bentuk suap.

Dalam penjelasan Buku Saku Memahami Gratifikasi, dijelaskan salah satu indikasi gratifikasi adalah penerima memiliki kewenangan memutuskan suatu hal yang berhubungan dengan pemberi.

Jika menerima gratifikasi tapi tak melapor, maka ancamannya penjara antara 4 hingga 20 tahun, atau denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Kasus serupa pernah mengemuka saat tim sepak bola Indonesia masuk dalam Final Piala AFF 2010. Saat itu, KPK meminta pejabat yang menerima gratifikasi tiket untuk melapor.

Komisioner KPK saat itu, M Jasin menyatakan, sesuai Undang-Undang Korupsi, gratifikasi termasuk memberikan barang-barang yang bisa diuangkan seperti tiket pesawat, kupon diskon, dan tiket sepakbola.

Saat itu bahkan KPK sempat meminta keterangan PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) terkait masalah gratifikasi tiket itu. ***