JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah melontarkan kritikan pedasnya ke Presiden Joko Widowo atau Jokowi, terkait pernyataannya yang mengarahkan relawan pendukungnya agar berani jika diajak berantem.

Fahri mengatakan, pidato Jokowi kerap mengandung pesan adu domba karena tidak pernah menyampaikan pidato yang menarasikan persatuan.

"Harusnya, Pak Jokowi mulai belajar berpidato yang mencerminkan sikap kenegarawanan. Kegagalan narasi pemerintahan ini dari awal itulah yang merusak bangsa Indonesia," sebut Fahri kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (6/8/2018).

Fahri menyatakan ini terkait arahan Presiden Jokowi saat Rapat Umum Relawan Jokowi di SICC, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (4/8/2018) kemarin. Jokowi awalnya meminta relawan bersatu, militan, dan bekerja keras.

Saat acara, wartawan diminta keluar di tengah-tengah pidato Jokowi. Namun video potongan pidato Jokowi itu kemudian beredar luas di media sosial, yaitu saat Jokowi meminta relawan berani jika diajak berantem.

Melanjutkan pernyataannya, Fahri mengatakan bahwa pidato seorang pemimpin harusnya mampu membangun narasi tentang persatuan.

Narasi yang membangkitkan semangat rakyatnya agar bangun dari keterpurukan, dari perasaan tidak mampu menjadi mampu, dari perasaan menggenggam dunia ini dan melakukan perubahan besar.

"Coba lihat gaya orasi presiden pertama RI, Soekarno yang mampu menyatukan Indonesia. Pemimpin itu seperti Bung Karno. Pidato yang mungkin menyebabkan bangsa ini, 17 ribu pulau menyatu di awal pada saat kita semua masih miskin," bebernya.

Sementara itu Jokowi, sebut Fahri, tidak pernah menyampaikan pidato yang menarasikan persatuan, dan bahkan kerap mengandung pesan adu domba rakyatnya sendiri.

"Pidatonya dari awal ngadu domba rakyatnya sendiri. Pisahkan agama dengan politik, "Saya Pancasila, kamu bukan". Sampai begitu," tuturnya seraya menambahkan bahwa arahan Jokowi untuk berani berantem ke relawan itu berpotensi memecah belah rakyat.

Hal ini, masih menurut Anggota DPR asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, juga menjadi masalah karena relawan merupakan massa yang tidak terorganisasi, bukan orang-orang yang berasal dari parpol.

"Kalau parpol ada mandat, ada kejelasan posisi mereka di mana, ada penanggung jawabnya," katanya.

Tetapi, lanjut Fahri lagi, yang namanya relawan itu orang rela yang datang berkerumun dengan ketidakjelasan, dan itu mau disuruh berantem.

"Kalau berantem siapa mau tanggung jawab? Namanya relawan. Kita nggak bisa lacak itu siapa. Itu bisa menciptakan anarki. Jadi, berhentilah memecah belah rakyat," imbuh dia.***