JAKARTA - Terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi(MK) tentang larangan pengurus partai politik (parpol) menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) langsung disikapi oleh Partai Hanura.

Ketua Umum Partai Hanura yang juga menjabat Ketua DPD RI, Oesman Sapta Odang (OSO) menggelar Rapat Koordinasi Dewan Pimpinan Pusat (DPP) dan DPD Partai Hanura pada Rabu (25/7/2018) di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.

Dalam rapat tersebut, OSO mendengarkan pendapat dari para anggota DPP dan DPD Partai Hanura. Sebab dengan terbitnya putusan MK, OSO dihadapkan pada dua pilihan, yakni mundur dari DPD RI atau melepas jabatannya di Partai Hanura.

"Cuman hampir seluruh daerah tadi tidak memberikan saya mundur. Itu masalahnya. Saya juga kan mereka yang angkat. Tentu saya tidak bisa seenak-enaknya aja untuk kepentingan pribadi saya, saya nggak mau. Hampir 34 DPD ini menolak untuk saya mengundurkan diri," ujar OSO kepada media, Rabu malam.

OSO menegaskan perjuangannya bersama DPD belum selesai dan harus dilanjutkan. Alasannya, daerah-daerah membutuhkan dukungan, dorongan dan bantuan DPD.

Sehingga, ketika OSO mengambil pilihan untuk mundur dari DPD atau Partai Hanura, sebagian besar peserta rapat menolaknya.

"Kita lihat esok, saya harus mikir lagi karena DPD mengancam mundur semuanya jika saya mundur. Itu bisa kacau nanti," kata OSO.

Sebenarnya, OSO bersedia melepas kepemimpinannya di Partai Hanura untuk tetap berada di DPD. Ia melihat Partai Hanura saat ini sudah jauh lebih kuat dan solid serta terdapat banyak kader yang punya kemampuan untuk memimpin.

Dalam rapat itu juga Ketua DPP Partai Hanura, Benny Ramdhani menilai putusan MK berbau politis. Menurutnya ada target tertentu dibalik putusan yang hanya ditujukan untuk pengurus parpol yang mencalonkan diri di DPD.

"Ini permohonan uji materinya terlalu cepat diputuskan. Diajukan April, Juli sudah putus. Ini kan jadi tanda tanya, sebab MK sendiri punya banyak perkara yang harus diselesaikan," ucap Benny Ramdhani.

Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan uji mater Muhammad Hafidz Pasal 182 huruf l Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap UUD 1945.

Permohonan uji materi itu diajukan pada April 2018 lalu dan diputuskan pada Senin 23 Juli 2018.***