JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah kembali melontarkan kritikan pedasnya kepada Pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi. Kata dia, penguasa sekarang memiliki lingkaran anti Islam dan Islamophobia di sekitarnya.

"Dari mulut mereka keluar kebencian, tapi dalam hati mereka kebencian itu lebih dalam. Waktu akan menceritakan," kata Fahri dalam pesan singkatnya yang diterima wartawan, Senin (23/7/2018).

Bahkan, Fahri menyebutkan, di antara dosa-dosa Jokowi yang besar adalah karena membiarkan berkembangbiaknya elemen Anti Islam dan Islamophobia melalui medium konflik ideologi.

"Beda dengan Presiden sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono. 10 tahun presiden SBY, tidak pernah kita terseret dalam narasi seperti ini. Ingat, radikalisasi ini berbahaya bagi NKRI," ucapnya.

Politisi dari PKS itu pun membeberkan kebenaran ucapannya, soal elemen Anti Islam dan Islamophobia tersebut. Dirinya pun mempersilahkan kalau apa yang disampaikan bukan kebenaran.

"Silahkan bantah. Tapi jika ada 7 juta orang datang dari seluruh wilayah republik, melakukan protes atas ketidakadilan yang dirasakan oleh Ummat Islam akibat nuansa Anti Islam dan Islamophobia dalam kebijakan negara, maka itu bukan isapan jempol. Itu fakta," cetusnya lagi.

Pilkada kemarin, menurut Fahri membuktikan bahwa akibat Anti Islam dan Islamophobia, masih nampak nuansa ideologis. Tapi, ada upaya membuatnya landai atau dilupakan. "Kini, menjelang Pemilu 2019 ada manuver ProIslam dari rezim ini tetapi akan gagal. Kosmetika luntur oleh dosa-dosa Jokowi," sindirnya lagi.

Lanjut Fahri, meski banyak tokoh Islam yang berubah pikiran tentang presiden Jokowi, tetapi jika lingkar dalamnya terlalu militan dengan nuansa Anti Islam dan Islamophobia, maka semua upaya ini akan sia-sia.

"Saya memakai terminologi Taubat Nasuha. Mengapa? Karena belum nampak Taubat Nasuha dari pemerintahan ini atas konflik ideologi yang mereka buat di awal kekuasaan mereka," katanya.

Menurut anggota DPR dari Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, pencitraan dengan merekrut tokoh Islam dan ulama, tidak mengobati luka yang sudah terlalu dalam. HRS masih di luar, ulama masih tersangka, dan lain-lain.

"Adilkah kita kalau menuduh pemerintah berkuasa sebagai pemicu konflik ideologi dan tumbuhnya paham Anti Islam dan Islamophobia? Tentu adil karena tugas kekuasaan adalah bertanggungjawab atas perkembangan masyarakat. 10 tahun masa SBY tidak pernah begini," tambah Fahri.

Fahri mengaku menulis kecemasan ini agar seluruh anak bangsa ini antisipatif terhadap kemungkinan meruncingnya lapangan menjelang Pemilu 2019. Apalagi pemerintah ini telah mendorong capres semakin sedikit.

"Jika calonnya hanya 2 dapat dibayangkan runcingnya perbedaan. Jadi, mari kita waspada dengan upaya pemecahbelahan bangsa. Mari lawan semangat Anti Islam dan Islamophobia yang pernah tumbuh dan belum sirna. Semoga bangsa kita bersatu melawan upaya pecah-belah. Wallahu a’lam," tutupnya.***