MEDAN - Viralnya isu yang beredar mengenai Susu Kental Manis (SKM) yang dikabarkan tak mengandung susu sama sekali dibantah Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan. Umumnya, karakteristik dasar SKM memiliki kadar lemak susu lebih dari atau sama dengan delapan persen. Hal ini disampaikan Kepala BBPOM di Medan, Yulius Sacramento Tarigan kepada wartawan di Medan, Kamis (5/7/2018). Selain kadar lemak, karakteristik pada SKM juga umumnya mengandung kadar protein lebih dari atau sama dengan 6,5 persen untuk rasa tawar (plain).

Berdasarkan peraturan Kepala BPOM RI Nomor 21/2016 tentang Kategori Pangan, susu kental adalah produk susu yang diperoleh dengan cara menghilangkan sebagian air dari susu dengan atau tanpa penambahan bangan pangan lainnya

"Berdasarkan peraturan itu, SKM termasuk dalam kategori susu kental. SKM juga merupakan hasil pencampuran susu bubuk dengan penambahan gula, dengan atau tanpa penambahan bahan lain," katanya.

Selain SKM, ada beberapa jenis susu kental, yakni, susu evaporasi, susu skim evaporasi, susu lemak dan minyak nabati evaporasi, SKM lemak dan minyak nabati, susu skim kental manis, krim kental manis, krimer kental manis dan khoa. Menurutnya, sesuai dengan batasan SKM tersebut tentu perlu diluruskan berita yang menyatakan jika SKM tanpa kandungan susu sama sekali.

"Saya kira berita yang beredar diplesetkan dengan pernyataan tanpa susu. Masyarakat harus mendapat informasi komperhensif untuk pencerdasan dan pemberdayaan masyarakat dalam mencermati, memilih, produk yang terjamin keamanan, mutu.dan manfaatnya," terangnya.

Ia menuturkan, dalam kemasan SKM harus dicantumkan peringatan pada label produk, misalnya 'Perhatikan! Tidak cocok untuk bayi sampai usia 12 bulan'. Peringatan itu harus jelas terbaca dan mudah dilihat konsumen.

"Terkait larangan iklan yang berlebihan, memang ketentuannya tidak boleh menyesatkan. Masyarakat juga kita imbau agar senantiasa cerdas memilih produk yg dibutuhkannya," jelasnya.

Selain cerdas memilih produk terjamin keamanan, mutu dan manfaatnya; sambungnya, warga juga perlu cerdas mencerna berita yang tidak komprehensif. Jika terjebak berita miring, tentu akan merugikan konsumen, karena bisa menimbulkan keraguannya memilih dan menggunakan produk yang dibutuhkannya.