MEDAN - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sudah dirasa bertindak di luar nalar. Bagaimana tidak, lembaga pengawas pemilu ini kini mempunyai job lain yakni mengawasi zakat umat Islam.

Kata Ketua Bawaslu Abhan, hal itu untuk mencegah dimanfaatkannya penyaluran zakat untuk kepentingan calon kepala daerah.

Menyikapi itu, Pengamat Sosial Politik UMSU Shohibul Anshor Siregar menilai MUI wajib memanggil Bawaslu untuk memberi dakwah kepada lembaga pengawas ini untuk mengantisipasi potensi cara pandang dan tindakannya yang dapat merugikan Islam.

Pertama, dari performance yang tercermin dari kinerja ini terlihat mereka sangat perlu diajarkan tentang ajaran Islam tentang zakat.

"Kedua, juga harus disadarkan bahwa Islam dilihat dari elemen-elemen ajarannya tidak sedangkal yang mereka (Bawaslu) pahami, terutama dalam kaitannya dengan politik," kata Shohibul, Selasa (12/6/2018) di Medan.

Ketiga, zakat itu bisa jadi dan memang tak selalu sepi dari implementasi kebijakan politik Islam atau umat Islam.

"Hal itu sangat penting diberitahu oleh MUI kepada mereka yang duduk di Bawaslu itu yang kelihatannya tak mengenal Islam secara kaffah," imbuh Shohibul.

Shohibul pun menguraikan beberapa pandangan tambahan berdasarkan dalil Al-qur'an dan implementasinya dalam fiqih yang umumnya diterapkan di hampir seluruh dunia Islam dari dahulu hingga nanti.

Yakni tentang delapan golongan mustahak (yang berhak) Mlmenerima zakat.

"Menilik firman Allah swt dalam surah at Taubah ayat 60 yang artinya Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana," urai Shohibul.

Maka berdasarkan dalil di atas rincian para pihak yang berhak atas distribusi zakat di antaranya yakni orang fakir, yaitu pertama orang yang sangat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.

"Fakir (al Fuqara) adalah orang yang tiada harta pendapatan yang mencukupi untuknya dan keperluannya. Tidak mempunyai keluarga untuk mencukupkan nafkahnya seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal," jelasnya.

Kedua, orang miskin yaitu orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan. Miskin (al-Masakin) mempunyai kemampuan usaha untuk mendapatkan keperluan hidupnya akan tetapi tidak mencukupi sepenuhnya.

Tiga, pengelola zakat yaitu orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. Amil adalah orang yang mendapat legitimasi untuk memungut dan menagih zakat.

Empat, Muallaf yaitu orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.

Muallaf juga kerap diterjemahkan sebagai seseorang yang baru memeluk agama Islam. Lebih luas lagi dapat diterjemahkan (sesuai etymologinya) orang yang jiwanya sedang dijinakkan. Muallaf juga kerap diterjemahkan sebagai orang non-muslim yang mempunyai harapan masuk agama Islam atau orang yang baru masuk Islam. Ada kemungkinan varian mualaf yang berhak mendapatkan zakat:

Orang-orang yang dirayu untuk memeluk Islam, yaitu sebagai pendekatan terhadap hati orang yang diharapkan akan masuk Islam atau ke-Islaman orang yang berpengaruh untuk kepentingan Islam dan umat Islam.

Orang-orang yang dirayu untuk membela umat Islam, dengan memersuasikan hati para pemimpin dan kepala negara yang berpengaruh, baik personal maupun lembaga, dengan tujuan ikut bersedia memperbaiki kondisi imigran warga minoritas muslim dan membela kepentingan mereka.

Atau, untuk menarik hati para pemikir dan ilmuwan demi memperoleh dukungan dan pembelaan mereka dalam permasalahan kaum muslimin. Misalnya, membantu orang-orang non-muslim korban bencana alam, jika bantuan dari harta zakat itu dapat meluruskan pandangan mereka terhadap Islam dan kaum muslimin.

Orang-orang yang baru masuk Islam kurang dari satu tahun yang masih memerlukan bantuan dalam beradaptasi dengan kondisi baru mereka, meskipun tidak berupa pemberian nafkah, atau dengan mendirikan lembaga keilmuan dan sosial yang akan melindungi dan memantapkan hati mereka dalam memeluk Islam serta yang akan menciptakan lingkungan yang serasi dengan kehidupan baru mereka, baik moril maupun materiil.

Kebutuhan untuk memerdekakan budak, mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. Riqab, seseorang yang terbelenggu dan tiada kebebasan diri.

Orang berutang yaitu orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya.

Adapun orang yang berutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. Gharimin, yakni pengutang muslim yang tidak mempunyai sumber untuk menjelaskan uutang yang diharuskan oleh syarak pada perkara asasi untuk diri dan tanggungjawab yang wajib ke atasnya.

Kemudian, orang yang berjuang pada jalan Allah (sabilillah). Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin.

Di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. Fisabilillah, orang yang berjuang, berusaha dan melakukan aktivitas untuk menegakkan dan meninggikan agama Allah.

Lalu, orang yang sedang dalam perjalanan yang mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya. Ibnus Sabil, musafir yang kehabisan bekalan dalam perjalanan atau semasa memulakan perjalanan dari negaranya yang mendatangkan pulangan yang baik kepada Islam dan umatnya atau orang Islam yang tiada perbekalan di jalanan.

"Sekali lagi, MUI sangat perlu memanggil Bawaslu," tukas Shohibul.