JAKARTA - Pemerintah bersama Komisi VIII DPR akhirnya menetapkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2018. Nilanya adalah Rp35,23 juta per jemaah.

Dengan demikian, secara otomatis biaya naik haji bagi warga Indonesia mengalami kenaikan dibanding tahun lalu.

Dimana sebelumnya pemerintah telah menetapkan biaya sekitar Rp34,89 juta.

Menanggapi kenaikan biaya haji tersebut. Ketua Komisi VIII Ali Taher Parasong menjelaskan, bahwa kenaikan biaya haji sejalan dengan perkembangan nilai tukar atau kurs rupiah terhadap riyal Arab Saudi. 

"Transaksi ibadah haji menggunakan rupiah untuk di dalam negeri, dan riyal untuk transaksi di luar negeri, dengan nilai tukar sebesar Rp3.750 per riyal," ujarnya, Senin (12/3). 

BPIH merupakan biaya yang ditanggung secara mandiri oleh jemaah (direct cost). Sementara, biaya yang dibayarkan dari optimalisasi pengelolaan biaya yang ada di pemerintah (indirect cost) mencapai Rp6,32 triliun pada tahun ini.

Secara rinci, komponen BPIH terdiri dari harga rata-rata penerbangan, seperti tiket, pajak bandara, dan lainnya sebesar Rp27,4 juta per jemaah.

Lalu, harga rata-rata pemondokan di Mekah sebesar 4.450 riyal dengan rincian 3.378 riyal dari dana optimalisasi dan sebesar 668 riyal atau setara Rp3,2 juta dibayarkan oleh jemaah.

Kemudian, harga sewa pemondokan di Madinah sebesar 1.200 riyal dari biaya optimalisasi dan biaya hidup sekitar 1.500 riyal atau setara Rp5,35 juta yang dibayarkan oleh biaya optimalisasi yang diberikan ke jemaah dalam bentuk riyal.

Sementara, indirect cost terdiri dari, biaya pelayanan jemaah di luar negeri sebesar Rp5,24 triliun, biaya pelayanan di dalam negeri Rp290,35 miliar, biaya operasional jemaah di Arab Saudi Rp144,68 miliar, serta biaya operasional jemaah di dalam negeri Rp220,41 miliar.

"Lalu, ada sekitar Rp30 miliar dana cadangan yang digunakan untuk antisipasi selisih kurs dan biaya tak terduga yang menyangkut pelayanan langsung kepada jemaah," terang Ali.

Meski BPIH 2018 meningkat, namun pemerintah dan Komisi VIII DPR memastikan kualitas pelayanan kepada jemaah haji juga akan meningkat.

Hal ini diwujudkan melalui penambahan jumlah petugas mencapai 4.100 orang sesuai dengan peningkatan kuota haji. Lalu, jumlah makan jemaah di Mekah menjadi 40 kali atau meningkat dari tahun lalu sebanyak 25 kali. Sedangkan, jadwal makan di Madinah tetap 18 kali.

Dari sistem pemondokan di Madinah akan menerapkan sistem full booking time. Hal ini berbeda dari tahun sebelumnya yang tidak full booking time, namun berdasarkan kedatangan.

Adapun pertimbangan masa haji sebesar 41 hari dari sebelumnya 39 hari dan peningkatan kualitas koper, tas, dan batik seragam bagi jemaah.

Menteri Agama Lukman Hakim mengatakan, kenaikan BPIH tak lepas dari pengaruh kebijakan pemerintah Arab Saudi yang memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 5 persen pada tahun ini. Hal ini berimplikasi kepada seluruh biaya barang dan jasa yang digunakan oleh jemaah haji.

"Sehingga, harga penginapan, restoran, dan lainnya meningkat," kata Lukman pada kesempatan yang sama.

Lalu, ada kenaikan biaya avtur yang memakan sekitar 78 persen dari porsi BPIH dan pengaruh dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang lain.

"Namun, kami merasa, kenaikan sebesar Rp345 ribu adalah kenaikan yang sangat wajar dengan tiga variabel tadi. Karena ada peningkatan kualitas pelayanan juga. Misalnya, pemberian makan kepada jemaah meningkat menjadi 40 kali dibandingkan sebelumnya hanya 25 kali," tandasnya.

Angka kenaikan BPIH tersebut diusulkan lantaran jumlah makan jamaah haji akan ditambah menjadi 50 kali, yang mana sebelumnya jamaah haji hanya memperoleh jatah makan 25 kali. Selain itu, dikarenakan juga tahun ini akan ada kenaikan bahan bakar pesawat terbang atau avtur.

Sementara itu, Koordinator Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Anggito Abimanyu mengatakan,  kenaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2018byang diusulkan Kementerian Agama sebesar 2,5 persen realistis.

Bahkan, menurut dia, kenaikan biaya haji itu justru seharusnya bisa lebih besar lagi jika melihat naiknya pajak PPN saat ini.

"Menurut saya realistis. Bahkan menurut saya harusnya minimal 5 persen. Karena 5 persen itu adalah biaya dari PPN," ujarnya.

Selain itu, menurut Anggito, kenaikan ongkos haji tersebut juga logis jika memang Kemenag akan meningkatkan layanan jamaah haji tahun ini.

"Kedua, tergantung pada pelayannnya ya, kalau dia naik maka itu logis kalau ada kenaikan. Karena biaya itu mencerminkan pelayanan," ucapnya.

Menurut dia, Kemenag layak meningkatkan biaya haji 2018 jika mampu meningkatkan pelayanan di berbagai bidang atau komponen, seperti makan jamaah haji di Makkah ditingkatkan menjadi dua kali, hotel di Madinah menjadi sistem sewa satu musim, dan alat transportasi terus diperbaharui.

"Itu logis kalau ada penyesuaian karena jamaah itu membayar dan menerima layanan," kata Anggito.

Beberapa waktu lalu, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag telah mengusulkan kepada Komisi VIII agar ongkos haji tahun ini naik 2,58 persen atau Rp 900.670.

Dengan demikian, biaya ongkos haji tahun 2017 yang sebesar Rp 34.890.312 akan naik menjadi Rp 35.790.982.***