MEDAN - Sidang kedua sengketa pilkada antara KPU Sumut dan kubu pasangan bakal calon Gubsu/Wagubsu JR Saragih-Ance Selian di Bawaslu, Jumat (23/2/2018), memaparkan sejumlah dalil KPU selaku termohon sebagai alasan tidak meloloskan pasangan yang diusung Partai Demokrat, KPI dan PKB sebagai calon pada Pilgubsu 2018.

Dalil yang diungkap KPU selaku pihak termohon, di antaranya soal ijazah yang dimaknai sebagai syarat pencalonan.

Pada sidang pertama, tim hukum JR Saragih-Ance memaknai syarat ijazah berdasarkan UU No 10 Tahun 2016, sementara KPU memaknai ijazah sesuai Peraturan KPU merujuk pada Permendikbud No 29 Tahun 2014.

Ahli hukum tata negara, Mirza Nasution menilai, pada konteks persoalan perbedaan pandangan dan dalil yang digunakan oleh masing-masing pihak harus dilihat dari segi bahasa, apa semangat dari UU No 10/2016 dan Permendikbud No 29/2014.

"Saya pikir terkait pemaknaan ijazah nantinya ahli bahasa bisa mencerna itulah, tapi harus dilihat apa semangat dari UU No 10/2016 dan Permendikbud No 29/2014. Intinya, syarat pasangan calon ini kan harus terdidik, maka dibuatlah syarat serendah-rendahnya pedidikan pejabat publik itu SLTA. Tidaklah mungkin syarat pejabat itu tamat SLTP, makanya ada batas," kata Mirza dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara (USU) ini.

Menurut Mirza, meskipun dalam menjalankan fungsinya KPU sebagai penyelenggara memiliki aturan pelaksana dalam menyelenggarakan pemilu, yakni PKPU, namun aturan itu harus tetap melihat azaz di atasnya yang mendasari norma itu, dan tetap merujuk serta tidak boleh bertentangan dengan norma hukum yang lebih tinggi.

"Secara norma hukum PKPU itu kan peraturan pelaksana, seyogianya secara azas, untuk melihat validitas teknis hirarki norma hukum tadi, meskinya peraturan teknis itu harus merujuk dan tidak boleh bertentangan dengan norma hukum yang lebih tinggi. Hal-hal yang tidak sesuai harus mampu menyesuaikan dengan peraturan yang lebih tinggi, karena harus melihat azasnya itu tadi, dalam hal ini UU No 10/2016," ujar Mirza.

Menurutnya, ketika terjadi persoalan, harus diselesaikan menurut cara-cara hukum juga, seperti yang diamanatkan dalam UU No 7/2017 yang mengatur penyelenggaraan pemilu dan penyelenggara pemilu. Ketika terjadi masalah, apalagi masalah pemilu berkaitan dengan politik, Bawaslu sudah diamanatkan melalui undang-undang tersebut untuk melakukan upaya-upaya yudisial.

"Jadi, Bawaslu tidak hanya mengawasi pelaksanaan pemilu, tapi juga dapat melakukan fungsi kuasi peradilan, mirip seperti peradilan, dia nilai, dia putuskan, tapi yang dia putuskan itu dalam perkara-perkara perselisihan sengketa administrasi, tujuannya yaitu untuk mendapatkan kepastian hukum," paparnya.

Dia berharap, setiap persoalan dalam pilkada semestinya diselesaikan secara hukum, kalau ada sengketa administrasi maka ada ranahnya. Tidak lah elok kita sebagai negara demokrasi dan beradab tapi ketika terjadi sengketa tapi diselesaikan tidak dengan hukum. Kepentingan hukum ini kan diperuntukan agar menjaga kepentingan politik, sebab keduanya saling berkaitan satu sama lain ini.

KPU Sumut tidak meloloskan JR Saragih-Ance Selian sebagai peserta Pilgubsu 2018 karena tersangkut keabsahan legalisir ijazah JR Saragih.

Padahal, legalisir ijazah yang dipersoalkan KPU Sumut itu sudah digunakan JR Saragih dalam dua kali pencalonannya sebagai Bupati Simalungun dan berhasil menang dalam Pilkada.