PADANG - Profesionalitas dalam menyajikan berita kepada publik menjadi keharusan terutama di era digital, di mana media publik begitu massif. Jurnalis sebagai corong informasi berperan penting dalam mencerdaskan masyarakat. Tugas penting jurnalis yang profesional sesuai kode etik sangat berbanding lurus dengan citranya di masyarakat. Hal ini terungkap dalam diskusi Konferensi Jurnalis Perempuan Indonesia dengan tema "Menguatkan Profesionalitas Jurnalis Perempuan di Era Globalisasi" yang dilaksanakan Rabu (07/02/2018) di Hotel Inna Muara Padang, tadi malam.

Hadir sebagai pembicara para jurnalis senior Uni Lubis (Pemred IDN Times), Ratna Komala, (anggota Dewan Pers), dan Ramdeswati Pohan (Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia). Kegiatan ini dibuka Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, serta sebagai keynote speaker, Prof. Bagir Manan dan Wakil Ketua DPD RI, Prof. DR Darmayanti Lubis.

Yosep Adi Prasetyo dalam pidatonya mengatakan, perspektif dan pandangan gender sebenarnya diperlukan media sebagai penyeimbang cara pandang media dalam melihat persoalan politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan yang berstruktur patriakal.

"Pemberitaan media saat ini terlalu banyak mengangkat persoalan politik. Lewat perspektif gender kami berharap media harus bisa memberikan akses dan ruang kontrol yang lebih besar kepada kaum perempuan baik pada isu politik, sosial, ekonomi, dan maupun kebudayaan,” katanya.

Lebih lanjut Stanley mengatakan media harus mengupayakan tindakan konkrit bagi peningkatan kebijakan dan realisasi program untuk mewujudkan akses tersebut.

“Dengan kepekaan gender, media lebih mudah mengenali bukan saja situasi yang tengah menimpa kaum perempuan tapi juga penindasan struktural terhadap kaum miskin, para korban kekerasan, kaum perempuan maupun anak-anak,” jelasnya.

Sementara itu, pemerhati media, mantan Ketua MA dan juga mantan Ketua Dewan Pers dua periode ini, Prof. Bagir Manan mengatakan, jurnalis yang profesional lebih bermartabat. Sehingga media tidak kerap dimanfaatkan oleh para kandidat pada momen Pilkada dan Pemilu untuk memperkenalkan diri dan menaikkan citra diri.

Lanjutanya, tingginya tawaran dana 'promosi' bagi media massa ini membuat profesionalitas dalam melakukan tugas-tugas jurnalistik diabaikan.

"Netralitas media dalam momen pemilihan harus menjadi perhatian utama, karena masyarakat perlu dicerdaskan dengan berita-berita yang aktual, berimbang, dan bermanfaat," ujar Prof. Bagir Manan.

Uni Lubis dalam pemaparannya mengatakan, selain menyampaikan fakta, jurnalis berperan dalam menyaring dan menyajikan berita terutama yang sifatnya sensitif, seperti berita tentang kemiskinan, ketidakadilan, dan kekerasan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi jurnalis perempuan dalam tugas peliputannya.

"Jurnalisme sensitif gender perlu dikuatkan dalam setiap produk jurnalistik agar informasi yang disampaikan seimbang dan tidak hanya mengutamakan sensasi," tegasnya.

Sedangkan Ratna Komala mengatakan, perempuan perlu berada dalam struktur manajemen perusahaan, agar bisa melakukan perubahan dan memberi rasa keadilan kepada jurnalis perempuan saat terdapat diskriminasi terhadap jurnalis perempuan.

Namun demikian katanya lagi, dalam pemberitaan dan pelatihan jurnalis perempuan sebaikny mengedepankan kesetaraan gender, sehingga prmberitaan porsinya leboh berimbang.

Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia, Ramdeswati Pohan mengatakan, media harus dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat termasuk perempuan dengan pemberitaan yang berimbang. Untuk itu katanya lagi, organisasi jurnalis perempuan perlu hadir utk menguatkan jurnalis melalui pelatihan-pelatihan dan menguatkannya dengan kode etik jurnalistik.