JAKARTA - Meski Pilpres masih ada waktu setahun lagi, beberapa nama kandidat muncul untuk melawan petahan Joko Widodo. Dari informasi yang dirangkum GoNews.co, beberapa nama seperti Gubernur DKI Anies Basweden, mantan Panglima Gatot Nurmantyo, Prabowo Subianto, Gubernur Jabar Aher dan bahkan Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno juga masuk radar Capres 2019.

Selain itu, nama Gubernur NTB Tuan Guru Bajang dan Agus Harimurti Yudhoyono juga digadang-gadangkan bakal menghiasi bursa Capres. Sementara nama Moeldoko, Surya Paloh dan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin hanya dijagokan sebagai Wapresnya Jokowi.

Yang menarik adalah nama Anies Basweden dan Gatot Nurmantyo. Dimana keduanya dalam catatan GoNews.co, sempat menghiasi sejumlah media baik cetak, elektronik maupun televisi pada saat Pilkada DKI melawan Ahok dan pada saat 30 September 2017, dimana Gatot mengambil kebijakan dengan mewajibkan anggota TNI kembali menonton film G 30 S PKI.

Keduanyapun dianggap tokoh yang bakal menjadi pemimpin negeri ini. Menanggapi hal tersebut, Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin mengatakan, untuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bisa menjadi kuda hitam pada Piplres 2019.

Di sisi lain, nama mantan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo yang sebelumnya disebut-sebut sebagai calon alternatif, kini namanya perlahan meredup.

Ujang justru menilai, yang paling layak sebagai calon alternatif di luar Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi) adalah Anies Baswedan.

"Anies bisa saja jadi tokoh alternatif. Namun Anies harus membuktikan kinerjanya terlebih dahulu," kata Ujang saat dihubungi di Jakarta, Rabu (31/1/2018).

Soal peluang mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menjadi capres atau cawapes alternatif, Ujang memprediksi tidak sekuat Anies.

"Gatot agak redup karena sudah tidak menjabat sebagai panglima TNI," ujar dia.

Di sisi lain, dia menilai, jika pertarungan Pilpres 2019 masih tetap dengan pola sama, maka dipastikan regenerasi kepemimpinan bangsa akan terhambat.

Bahkan, lanjut dia, pola penanganan berbagai persoalan bangsa dan negara pun tidak akan banyak berubah jika hanya berpatokan kepada dua kandidat yang sebelumnya pernah bertarung.

"Kurang begitu baik. Karena kaderisasi kepemimpinan bangsa menjadi mandek. Karena yang muncul itu-itu saja. Jadi seperti sudah dikondisikan bahwa yang muncul itu-itu lagi," paparnya.

Kepemimpinan nasional kata Ujang, harus dibuka bagi siapa pun yang memiliki potensi.

"Kepemimpinan nasional harus dibuka untuk memunculkan tokoh-tokoh terbaik di negeri ini. Dan ketika sudah muncul biar rakyat yang menilai dan memilih," pungkasnya. ***