MEDAN-Ketua Komisi VII DPR-RI Gus Irawan Pasaribu mengatakan siap beradu bukti dengan Pertamina MOR 1 Sumut terkait kelangkaan premium atas jawaban perusahaan yang menurutnya tidak sesuai fakta yang ditemukannya di lapangan.

Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPR-RI tersebut kembali menunjukkan kekecewaannya kepada Pertamina MOR 1 atas kelangkaan premium di Sumut karena malah mengajak adu argumentasi melalui media bukan mencari solusi.

Sebelumnya Unit Manager Communication dan CSR Pertamina MOR 1 menyatakan sudah tidak ada lagi kewajiban mereka menyediakan premium sebagai bahan bakar bersubsidi dan juga tidak masuk dalam amanat APBN sesuai Permen ESDM No. 191 tahun 2014.

Itulah yang dibantah Gus Irawan Pasaribu. "Pertama harus saya luruskan. Aturan No. 191 tahun 2014 bukan Permen ESDM tapi merupakan Peraturan Presiden. Jelas dia tidak faham aturan tersebut," kata dia.

Kedua, tentu kalau misalnya dibaca lebih dalam berarti unit manager communication tak menganggap aturan tesebut ada atau idealnya mengangkangi kalaupun itu misalnya putusan Menteri ESDM. "Saya pengen tahu ini orang yang jawab mengerti atau memang itulah sikap resmi Pertamina sebagai korporasi yang merasa tidak berkewajiban untuk menyediakan premium," sebutnya.

Pertamina bilang Permen ESDM padahal Peraturan Presiden. Karena jika ada Permen sampai 191 nomornya berarti tiap hari si menteri harus buat peraturan menteri. Media tidak salah mengutip karena sama koq di beberapa media yang saya baca. Sekiranyapun itu Permen ESDM berarti Pertamina tak mau mengerjakannya. Baca isinya. Akan jelas sekarang terjadi pembangkangan," tuturnya. Sering kali Pertamina itu kurang mengganggap kementerian ESDM dan lebih berkiblat ke kementerian BUMN.

"Mari kita baca aturan Perpres itu. Pasal 1 berisi tentang jenis-jenis BBM yaitu BBM Tertentu, ini yg diberikan subsidi seperti Kerosen ( minyak tanah) dan solar. Kemudian BBM Khusus penugasan, inilah premium yang didistribusikan diwilayah penugasan, tidak disubsidi. Satu lagi BBM Umum diluar yang dua di atas, seperti Pertalite, Dexlite dan Pertamax yang kewenangan sepenuhnya pada Pertamina," ujarnya lagi.

Untuk BBM tertentu dan BBM Khusus Penugasan, pertamina terikat dengan aturan yang ada. Pasal 19 ayat 1 Perpres 191/2014 tersebut berbunyi Penugasan penyediaan dan pendistribusian jenis BBM Khusus Penugasan diberikan ke Pertamina. Dalah hal ini Gus Irawan menilai pihak Pertamina keliru karena yang dibahas adalah Perpres No. 191 tadi.

Amanatnya menurut Gus ada dua, pertama penyediaan dan pendistribusian atas volume kebutuhan tahunan jenis bbm tertentu. Satu lagi jenis BBM khusus penugasan (premium) dilaksanakan badan usaha melalui penugasan oleh badan pengatur. Yang ditugaskan oleh badan pengatur dalam mendistribusikan premium adalah Pertamina.

"Maka saya nyatakan Pertamina MOR 1 Sumut keliru menyikapi aturan tersebut. Malah tidak menganggap ada. Memang volume penyaluran premium diatur badan pengatur. Tapi badan pengatur menetapkan kemudian seberapa besar disiapkan. Pertamina lantas bersikukuh tidak wajib," ungkapnya.

Gus Irawan juga menyatakan alasan kekosongan premium di SPBU karena pereferensi pengguna premium berpindah ke pertalite. "Ini bohong lagi. Saya ingin buktikan kebohongan dimaksud. Ketua Komisi VII DPR-RI atau Pertamina, mari kita tanya rakyat. Kemarin saya di Sidimpuan, langsung cek ke lapangan. Di Sidimpuan sekarang tidak satu pun lagi SPBU menjual premium. Kalaupun ada ke arah pinggir kota wilayah Sihitang sana," ujarnya.

Dia mengungkapkan MOR 1 juga tidak faham apa yang dibahas saat Pertamina rapat dengar pendapat pertamakali dengan Komisi VII yang memutuskan pertalite dilaunching ke masyarakat pertamakali hanya pilihan.

"Lho ternyata di SPBU sekarang, tangki premium pun tak ada sudah diganti pertalite. Saya kan bekas orang bank. Banyak kawan mengelola SPBU. Mereka menceritakan strategi pertamina tersebut mengosongkan premium sehingga tak tersedia di pasar dan masyarakat terpaksa sekali membeli pertalite. Nah sekarang secara perlahan solar pun mulai tak masuk ke SPBU sebagai cara Pertamina mengkonversinya ke dexlite. Diawal dulu Pertalite dijual dengan harga hanya sedikit di atas Premiun, berbeda sekitar Rp300 saja. Ini akal-akalan," ujarnya.

"Kalau mereka bilang masyarakat yang tidak mau lagi menggunakan premium ayo kita buat jajak pendapat. Saya tantang mereka siapa yang melakukan kebohongan publik. Gus Irawan sebagai Ketua Komisi VII atau Pertamina," tegasnya.

Mereka harus faham aturan tersebut karena Perpres harus dijalankan. "Saya akan buktikan. Termasuk alasan mereka soal masyarakat yang menghendaki premium. Mari buat jajak pendapat. Jangan mereka anggap kami anggota dewan asal bicara. Kami menampung aspirasi rakyat. Apa yang kami ungkapkan adalah jeritan masyarakat. Mereka menganggap pendapat anggota dewan tidak perlu direspon. Nanti akan kita panggil di rapat komisi VII. Setelah itu tentu akan ada action," demikian Gus Irawan.