MEDAN-Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Medan menjaga asa Kim Kwang Soo (70). Pria kelahiran Seoul, Korea Selatan, yang kini sudah menjadi warga negara Indonesia (WNI) dan menetap di Jalan Bandar Labuhan Dusun III Tanjung Morawa A, Kabupaten Deli Serdang itu merupakan korban "mafia hukum" yang berharap keadilan pada presiden agar kasus yang dialaminya tidak terjadi pada orang lain.

Untuk memperjuangkan keadilan, ia terpaksa memohon perlindungan hukum dengan menyurati Presiden Joko Widodo.

Pada wartawan, Jumat (24/11), Kim menjelaskan, kasus yang dialaminya itu bermula saat ia menyewakan gudang PT Karya Ikhtikad Mulia (KIM) kepada pengusaha kayu, RT untuk digunakan ekspor kayu. Namun RT nekat memalsukan dokumen izin operasional ekspor atas nama PT KIM selama 5 tahun.

Akibatnya Kim terpaksa membayar tunggakan pajak ekspor RT sebesar Rp 1,3 miliar yang tidak dilakukannya.

Ironisnya, perusahaan Kim diblokir oleh bea cukai dan perusahaannya diletakkan sita oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam. Tak terima, korban pun melaporkan kasus tersebut ke Ditreskrimum Poldasu tanggal 13 Desember 2013.

Setelah 8 bulan melapor, akhirnya RT dan 2 rekannya SN dan HG ditetapkan sebagai tersangka dan menahan SN dan HG. Namun keduanya kembali dilepas dengan alasan penangguhan.

Terhitung sejak November 2013 hingga juni 2017, BAP korban sudah 8 kali dikembalikan pihak Kejatisu dan akhirnya pihak Poldasu meng-SP3 kan kasus pemalsuan dokumen ekspor dengan Nomor: S.TAP/563.b/IX/2017/Ditreskrimum tertanggal 6 september 2017.

"Oleh Ditreskrimum Poldasu, 3 orang sudah dijadikan tersangka, RT, SN dan HG. Namun oleh kejaksaan BAP 8 kali dikembalikan hingga akhirnya laporan kami di SP3-kan," jelasnya.

Kim menambahkan, ada indikasi jaksa berpihak kepada tersangka dengan membuat petunjuk-petunjuk yang sulit dipenuhi penyidik. Begitu juga dengan penyidik Poldasu.

"Saya hanya memohon keadilan dan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Saya mohon perhatiannya pak presiden," pintanya.

Kuasa hukum korban, Melki Vendri Karu mengatakan, ia sebagai kuasa hukum merasa kecewa dengan kinerja penyidik Poldasu dan pihak kejaksaan.

"Semua alat bukti sudah cukup dan sempurna seperti saksi, bukti surat yang dipalsukan, saksi ahli dan pengakuan tersangka pun sudah lengkap. Kita kecewa kasus ini dihentikan oleh penyidik Poldasu dengan alasan tidak cukup bukti. Disinilah letak ketidakadilan bagi kami," ujarnya.

Melki menambahkan, ia juga sudah melaporkan kasus tersebut ke Menko Polhukam dan telah digelar. Namun sayang kejaksaan tidak hadir.

"Jadi saat 2 kali digelar, pihak Menkopolhukam membenarkan penyidikan dari pihak kepolisian. Dan untuk mencari keadilan, terpaksa kami menyurati Menteri Keuangan, penyidik perpajakan, Menkopolhukam dan ke Presiden Joko Widodo. Kami berharap Presiden Joko Widodo untuk memperhatikan permasalahan kami," tukasnya.