JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto mengirimkan surat sakti yang ditujukan pada pimpinan DPR.

Isinya meminta agar tidak digelar sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk melengserkannya sebagai Ketua DPR dan mencopotnya sebagai anggota DPR.

Dalam suratnya, Novanto meminta pimpinan DPR memberikan kesempatan untuk dia membuktikan diri tidak terlibat kasus. Karena itu, dia meminta tidak digelar sidang MKD yang memungkinkan menonaktifkan dia baik selaku Ketua DPR RI maupun selaku anggota DPR.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah membenarkan adanya surat dari Novanto pada pimpinan DPR. Menurut Fahri, surat itu sah sebagai suara dari Partai Golkar. Sebab, Setya Novanto masih berstatus Ketua Umum Partai Golkar.

"Surat itu memberikan informasi bahwa ketua umum Partai Golkar mengambil keputusan untuk menunda proses pergantian pimpinan DPR sampai proses hukum diselesaikan," ujar Fahri seperti dikutip GoNews.co dari Merdeka.com

Dia mengacu pada UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau MD 3, maka pimpinan DPR tidak akan menerima surat dari DPP Golkar yang mengusulkan pergantian pimpinan.

Fahri menilai, surat itu sudah secara tegas menyatakan Golkar tidak mengajukan pergantian pimpinan. Apalagi, kata dia, surat pergantian pimpinan dari fraksi Golkar harus disertakan tanda tangan asli ketua umum partai.

"Itu akan menunjukkan bahwa Fraksi Golkar tidak akan mengusulkan pergantian pimpinan, tanpa mandat dan tandatangan ketum asli atau sekjen, surat tidak diterima. Syarat pengajuan pimpinan itu tanda tangan Ketum dan Sekjen yang asli, bukan Plt," tegasnya. ***