MEDAN - Divonis dua tahun delapan bulan penjara, bos perusahaan jasa dan konsultan keuangan bersama manager kantor konsultan pajak dan Direktur PT Putri Windu Semesta, tersenyum senang atas kasus dugaan korupsi pajak Rp 40 miliar. Majelis hakim Marsudin Nainggolan menyatakan, Bos PT Jasa Sumatera Travelindo terbukti bersalah. Begitu juga dengan terdakwa Tiandi Lukman dan Manajer Kantor Konsultan Pajak Adi Dharma Medan, Hendro Gunawan alias Aheng.

"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa, masing-masing selama dua tahun dan delapan bulan penjara," ucap majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (22/11/2017).

Selain pidana penjara, terdakwa Tiandi Lukman maupun Hendro Gunawan membayar denda masing Rp 20 miliar lebih. Bila keduanya tidak membayar, maka Tiandi harus menjalani kurungan badan selama satu tahun dan enam bulan kurungan. Sedangkan Aheng dihukum satu tahun kurungan, apabila tidak membayar denda yang diputus majelis hakim.

Selain keduanya, majelis hakim juga menghukum Direktur PT Putri Windu Semesta Rudi Nasution selama satu tahun dan dua bulan penjara. Ketiganya dinyatakan bersalah karena mendirikan beberapa perusahaan untuk membuat faktur pajak berdasarkan transaksi jual beli fiktif.

Sedangkan terdakwa Rudi, hanya mendirikan satu perusahaan. Ini dilakukan untuk ketiganya untuk menghindari tarif pajak yang cukup tinggi.

Untuk kasus ini ketiga terdakwa terbukti melanggar Pasal 39 ayat (1) jo Pasal 43 ayat (1) UU RI No.6 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan UU RI No.16 Tahun 2000 jo UU No.28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan jo Pasal 64 ayat (1) jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Sebagaimana diketahui dalam dakwaan jaksa, Tiandi selaku Koordinator Administrasi dan Keuangan Kantor Konsultan Pajak Adi Dharma Medan telah menerbitkan faktur pajak standar fiktif dan melaporkan SPT masa Januari 2007 sampai Januari 2008 yang tidak benar atas nama PT Batanghari Oilindo Palm, PT Permata Witmas Hijau, PT Cipta Karya Insani, PT Al Ansar Bina Sawindo Plantation dan PT Putri Windu Semesta telah dikreditkan sebagai pajak masukan oleh PT Permata Hijau Sawit kepada Kantor Pelayanan Pajak Madya Medan yang merugikan pendapatan negara sebesar Rp40.673.717.921.

Pada tahun 2007, terdakwa Tiandi bersama Hendro berencana mendirikan beberapa perusahaan untuk membuat faktur pajak berdasarkan transaksi jual beli fiktif yang bertujuan untuk mendapat keuntungan dari sisi penjualan faktur pajak yang tidak benar isinya dan menawarkan kepada Busra sebagai Direktur pada sebuah perusahaan perdagangan minyak sawit. Busra menyetujuinya.

Kemudian, terdakwa Tiandi bersama Hendro memerintahkan karyawan PT Jastra dan Kantor Konsultan Pajak Adi Dharma Medan yaitu Dora Fatimah dan Martogi untuk membuat dokumen fiktif antara lain SPT masa PPN, surat setoran pajak, kontrak jual beli CPO antara PT Batanghari Oilindo Palm dengan PT Permata Hijau Sawit, kontrak jasa angkutan CPO, berikut SSP-nya dan faktur pajak standar yang seolah-olah telah terjadi jual beli barang kena pajak (BKP).

Atas transaksi faktur pajak fiktif itu, PT Batanghari Oilindo Palm berpotensi menimbulkan negara sebesar Rp8.572.906.218.Selanjutnya, Tiandi bersama Hendro juga membuat transaksi fiktif pada PT Permata Witmas Hijau. Transaksi fiktif itu membuat PT Permata Witmas Hijau berpotensi menimbulkan kerugian pendapatan negara sebesar Rp8.198.748.111.Terdakwa Tiandi bersama Hendro juga membuat transaksi fiktif pada PT Cipta Karya Insani yang berpotensi menimbulkan kerugian pendapatan negara sebesar Rp7.712.596.338, PT Al Ansar Binasawindo Plantation sebesar Rp8.230.964.674 dan PT Putri Windu Semesta sebesar Rp7.958.502.580.