Tokoh muda Sumatera Utara yang juga merupakan Bakal Calon Wakil Gubernur Sumatera Utara 2018, Musa Rajeckshah atau yang akrab disapa Ijeck, beberapa waktu lalu ditabalkan sebagai marga Sembiring oleh masyarakat Karo Desa Talun Kenas, Kecamatan STM Hilir, Deliserdang.


Menurut sejarahwan yang juga merupakan akademisi Fakultas Ilmu Budaya, Wara Sinuhaji, penabalan marga tersebut mengandung unsur kontroversial. 

Merunut pada aturan pemberian marga, kata Wara, Ijeck harusnya diadati sebagai marga Barus. Sebab, Paman dari Ijeck, yaitu Meherban Shah yang merupakan pendiri Masyarakat Pancasila Indonesia itu, sebelumnya telah diberi marga Barus oleh masyarakat Karo. 

"Sepengetahuan dan sepemahaman saya, di tengah keluarga Ijeck pernah dilakukan hal yang sama. Adik bapaknya, Meherban Shah dikasih marga Barus. Logikanya, itu kan orang tua Ijeck, adik bapaknya, Ijeck seharusnya mengikuti itu, dinobatkan jadi marga Barus," katanya. 

"Kalau memang Ijeck diberi marga Sembiring, ada yang kontroversial," tambahnya.  

Wara menjelaskan, pemberian marga itu harus mengikuti aturan yang ada pada struktur karo, disebut Patriahat. Dalam Patriahat tersebut, dalam satu keluarga, anggota keluarga laki-laki sejatinya memiliki marga yang sama. 

"Pemberian marga itu, kalau kita lihat dalam struktur karo, itu Patriahat. Sehingga dalam konteks pemberian marga ini saya merasa rancu. Ijeck pun seharusnya dapat mengoreksi diri, harusnya dia ikut marga Barus," jelasnya. 

Dalam pemberian marga, tegas Wara, baik si pemberi maupun si penerima harus menaati aturan adat yang ada. Sehingga tidak ada kerancuan atau tata krama yang dilanggar dalam prosesnya. 

"Ada tata kramanya yang harus diikuti, sehingga tidak rancu. Aturan adat itu harus dilakukan agar tidak dituduh orang merusak adat itu. Jadi aneh, nanti dikemudian hari, misalnya ada anggota Ijeck yang lain ditetapkan jadi marga lain. Kalau sudah diadati, seharusnya semua garis turunan itu, hanya menyandang marga Barus, tidak boleh menyandang marga lain," tandasnya.