JAKARTA - Proses pemilihan Capres dan Cawapres 2019 tinggal hitungan bulan, karena pada tahun 2018 masa kampanye sudah akan dilaksanakan. Meskipun belum satupun bakal calon yang mendeklarasikan diri secara resmi, namun beberapa nama sudah muncul ke permukaan.

Untuk Calon Presiden, sepertinya dari partai-partai politik akan tetap menjagokan Jokowi dan Prabowo. Namun untuk posisi Cawapres, kini bermunculan nama-nama seperti Zulkifli Hasan dari PAN, AHY dari Demokrat, Romahurmuziy dari PPP dan Muhaimin Iskandar dari PKB.

Namun dari semua nama tersebut, dua nama yakni Cak Imin dan AHY termasuk kandidat paling kuat dari hasil beberapa temuan lembaga survey.

Guna mencari siapa kira-kira sosok yang cocok menjadi Cawapres 2019, Koordinatoriat Wartawan Parlemen bekerja sama dengan Bagian Humas dan Pemberitaan DPR RI mengadakan diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema 'Menakar Cawapres Potensial 2019', Kamis (09/11/2017).

Dalam diskusi tersebut, Ketua DPP Demokrat, Jansen Sitindaon mengatakan, harusnya AHY bukan hanya kandidat Cawapres. Karena menurutnya, elektabilitas AHY hanya selisih sedikit dengan Jokowi maupun Prabowo.

"Sebelum saya kesini, saya sempat diskusi dengan teman-teman di DPP. Ini agak unik tema diskusi yang diadakan teman-teman di DPR. Biasanya kan orang membahas bukan calon Presiden, ini spesifik membahas kandidat calon wakil Presiden. Jadi menurut saya, AHY ini justeru cocoknya jadi Capres," tukasnya.

"Kalau hanya Cawapres, Ini kan agak sedikit merendahkan Demokrat," ujarnya yang disambut tawa para jurnalis.

Namun demikian kata dia, arena yang berkuasa saat ini yakni PDIP dipastikan bakal mengusung Jokowi, maka pihaknya akan mengambil posisi Wapres.

"PDIP pasti ke pak Jokowi, Gerindra pasti mengusung Pak Prabowo. Demokrat ini kan partai tengah, harusnya partai tengah punya kandidat sendiri. Karena dia tidak ikut dikiri dan dikanan. Tapi ya sudahlah kita ambil wapres saja," ujarnya.

Untuk menyelesaikan persoalan yang dikiri juga persoalan yang dikanan. Sebagai Partai penyeimbang, maka Demokratlah yang saat ini ia anggap paling mampu dengan mengusung AHY sebagai cawapres.

"Jadi begini karena ini kan berbicara mengenai kandidat cawapres di 2019 nanti, sosok AHY inilah yang bisa menjadi penengah. Mohon izin biar tidak salah, saya beberapa hari ini melototi survei. Jadi biarlah kemudian angka-angka survei ini yang bicara. Jadi saya ingat betul ada catatan saya, pasca AHY ikut Pilkada DKI, elektabilitasnya memang benar-benar bagus. Seperti Indobarometer yang merilis angka di Maret 2017, itu tingkat pengenalan publik terhadap AHY mencapai 71,7 persen. Terus elektabilitasnya, 0,4 persen. Jadi angka ini jauh dibawah dari Pak Presiden Jokowi maupun Pak Prabowo dan kandidat yang lain," tandasnya.

"Bahkan kata dia, dibanding misalnya dibandingkan dengan Ahok pun masih jauh dibawah. Karena Ahok disitu 8,3 persen, empat anies 4,5 persen dan ridwan kamil 3,1 persen," tukasnya.

"Jadi kalo ditambah setengah tahun lagi, wah siap-siap Pak Prabowo lewat ini. Itu makanya beberapa teman mengatakan, Pilkada DKI waktu itu hanya gladiresik AHY untuk Pilpres. Namanya gladiresik kotor-kotoran, karena panggung utamanya Pilpres 2019. Ini Partai Demokrat 10 tahun berkuasa, kalau kita tidak yakin, tidak mungkin berdiri angkanya ini diangka 7,9 persen," pungkasnya.

Sementara itu, Anggota Dewan Syuro DPP PKB KH. Maman Imanul Haq menilai lebih baik muncul Cawapres muda dibanding muncul isu SARA. Seperti halnya pada Pilkada DKI Jakarta, dan isu SARA akan muncul kembali menjelang Pilkada 2018 dan pemilu serentak 2019.

"Munculnya Ketum PKB A. Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai Cawapres, itu dorongan relawan dan bukannya dari PKB. Karena relawan, jadi sifatnya partisipatif, terbuka, dan datangnya dari berbagai kalangan,” tegas anggota Komisi VIII DPR RI itu.

Maman mengakui jika Presiden Jokowi berhasil dalam membangun infrastruktur selama memimpin Indonesia, namun masih ada kekurangannya. Yaitu, pembangunan sumber daya manusia (SDM) khususnya dalam membangun isu-isu agama, yang terus ‘digoreng’ menjelang Pilkada maupun Pilpres saat ini.

Karena itu kata dia, diperlukan Islam yang moderat, damai, dan melawan radikalisme dengan hadirnya Cak Imin, untuk melanjutkan perjuangan Gus Dur akan Islam yang damai, tolerans, dan komitmen terhadap PBNU (Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD NRI 1945).

“Jadi, kalau sebagai Cawapresnya Jokowi di 2019 itu memang dibutuhkan,” pungkasnya. ***