MEDAN - Satu lagi sosok wanita Sumatera Utara yang lembut namun memancarkan wajah ketegasan, lemah gemulai tetapi memiliki langkah yang pasti, penuh canda dan tawa dibarengi dengan prinsip hidup yang kuat dalam kebersamaan, diantar perbedaan dan toleransi sosial berbangsa dan bernegara. Setidaknya begitulah penilaian sementara untuk Susilawati putri Sumut kelahiran Medan.

Sisi panggilan akrabnya menyempatkan waktu Silahtrahmi bersama para Pengurus Besar Aliansi Media Cyber Indonesia (PB AMCI). Wanita bergelar Dokter (S3) Pengelolaan Sumber daya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) ini, banyak memberi masukan untuk kemajuan Sumatera Utara kedepannya. Menurut Sisi, sebagai putri daerah Sumut banyak tanggung jawab yang harus dilakukan demi kemajuan daerah, yang semakin merosot.

Wanita terbaik lulusan LEMHANAS ini banyak berkomentar tentang bagaimana membangun Sumatera Utara, yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya. Sehingga menurutnya sangat diperlukan pembentukan sebuah pola hubungan sosial dan toleransi, guna menghindari bentuk propaganda negative dan perpecahan masyarakat.

Mengapa Harus Toleransi? Menurut Sisi kita hidup di dunia ini tidak sendiri, bahkan tidak ada satu manusiapun yang bisa hidup tanpa interaksi dengan manusia lainnya. Manusia membutuhkan lingkungannya agar bersama-sama dan lebih mudah untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan.

“Kita sering mendengar bila ada seseorang yang hidup dengan cara sesuka hatinya di dalam kelompok sosial. Maka biasanya ada yang mengatakan: kalau tidak mau berbagi dalam hidup dan semaunya sendiri, lebih baik hidup saja di hutan. Ungkapan itu sepertinya lebih cocok/tepat. Tak ada manusia yang bisa hidup sendiri. Sudah menjadi hukum alam, bahwa manusia merupakan makhluk sosial. Maka pola hidupnya haruslah mempunyai fungsi sosial,” sebut wanita paruh baya ini.

Untuk itu dirinya berupaya memberikan pengertian bahkan motivasi dalam hal menjaga lingkungan lebih baik lagi, lingkungan yang dimaksud adalah manusia lainnya atau alam yang mendukung kehidupan manusia. Tanpa itu maka kehidupan manusia akan punah, seperti kata pepatah bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Untuk selalu menjaga persatuan itulah toleransi itu sangat dikedepankan, tidak bisa semena-mena terhadap orang lain, apalagi antar sesama manusia juga pastinya memiliki perbedaan, entah itu cara pandang (visi misi terhadap kehidupan), agama, Ras, budaya yang beraneka ragam.

“Tidak mudah memang, namun dengan semangat toleransi/berbagi yang tinggi, semua itu bukan masalah. Justru dengan perbedaan itu muncul semangat untuk duduk bersama memecahkan persoalan serta mencari jalan keluar yang lebih baik untuk semua dengan resiko buruk yang minim,” ungkapnya.

Wanita kelahiran Medan 27 September 1970 ini sangat yakin hanya dengan toleransi kelestarian keseimbangan lingkungan mudah terwujud, membiarkan menjadi serasi, cocok, sesuai dengan tuntutan kebutuhan manusia. Bahkan tidak hanya sampai di tingkat toleransi, mestinya kita sebagai manusia yang dikaruniai akal fikiran, juga menerapkan prinsip ‘keadilan’. Tanpa prinsip ini, toleransi akan selalu melahirkan permasalahan-permasalahan yang riskan di antara golongan.

“Saya yakin semua kita sadar dan paham tentang kata “toleransi” itu, mudah dikatakan tapi sering sulit dilakukan, apakah karena rasa ego yang besar, seolah-oleh kita lebih baik dari manusia lainnya? Atau lebih benar dari kelompok lainnya? Atau mungkin lupa kalau manusia lainnya juga butuh dihargai pendapatnya/pandangannya. Bila setiap kelompok mempunyai ego yang tinggi, maka akan sulit mendapatkan solusi”, sebut Sisi.

Membangun Sumut sama dengan membangun Indonesia. Dalam kondisi multi golongan, ras, suku dan agama. Semua kebijakan pemerintah tentu harus membawa visi toleransi, berkeadilan dan secara bersama dalam mewujudkan Sumut yang sejahtera. Mari kita tinggalkan pola fikir intoleran, saling membenci, dan berprasangka buruk. Karena sifat-sifat ini akan menjauhkan kita dari persahabatan, persatuan dan tentu akan menyulitkan kita dalam membangun.

“Memang sangat mudah berkata-kata, saya pun tetap harus konsisten untuk menerapkan apa yang menjadi kata-kata saya. Mari kita manfaatkan energi kita semua secara efisien dan efektif. Pola fikir untuk mengutamakan toleransi harus terus ditanamkan, bila kita berhasil menanamkan toleransi dalam pikiran dan sikap kita, maka damai kan terwujud lebih mudah. Sehingga apapun yang menjadi cita-cita kita akan mudah terwujud secara kolektif”, sebut anak Medan Alumni Ekonomi Universitas Sumatera Utara (USU) ini.