JAKARTA - Menyusul peningkatan statusnya sebagai tersangka dan ditahan, rumah Jonru F Ginting digeledah polisi. Penggeledahan dilakukan untuk mencari barang bukti terkait kasus ITE yang dilaporkan oleh Muannas Alaidid.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono membenarkan adanya penggeledahan sebagai upaya untuk melengkapi penyidikan.

"Yang jelas, penggeledahan itu kan sebagai salah satu upaya melengkapi penyidikan untuk mencari barang bukti, sehingga dilakukan penggeledahan tersebut," ujar Argo seperti dikutip GoNews.co dari detik.com, Jumat (29/9/2017).

Hanya, Argo tidak memerinci barang bukti apa saja yang disita dari rumah Jonru. "Yang pasti yang berkaitan dengan apa tindak pidananya," imbuhnya.

Penyidik Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya meningkatkan status Jonru sebagai tersangka pada Kamis (28/9) malam. Sebelumnya, Jonru diperiksa sebagai saksi dalam perkara yang dilaporkan oleh Muannas pada Kamis (28/9) sore.

Argo mengatakan peningkatan status tersangka terhadap Jonru dilakukan setelah penyidik menempuh proses gelar perkara. Dari hasil gelar perkara, dinyatakan bahwa perbuatan Jonru memenuhi unsur pidana.

Polisi belum memastikan apakah selanjutnya Jonru akan ditahan dalam perkara tersebut. Yang jelas, saat ini Jonru masih menjalani pemeriksaan sebagai tersangka selama 1x24 jam. 

S??ementara itu, Djuju Purwantoro selaku pengacara Jonru mengatakan, pegiat media sosial Jonru Ginting sudah ditahan polisi. Dia ditahan terkait kasus dugaan penyebaran ujaran kebencian yang dilaporkan Muannas Al Aidid.

"Pemeriksaan dari sore kemarin itu sampai lewat tengah malam tuh, dinihari, sebetulnya dari proses penyelidikan, tiba-tiba tersangka, langsung ditahan," ujar pengacara Jonru, Djuju Purwantoro saat dikonfirmasi, Jumat (29/9/2017).

Djuju menilai kasus ini terlalu dipaksakan. Menurut dia, kliennya baru diperiksa satu kali langsung ditetapkan menjadi tersangka dan akhirnya ditahan.

"Jadi terlalu dipaksakan, terlalu subyektif sekali karena hanya gara-gara sangkaannya pasal 28 ayat 2 UU ITE, ancamannya kan di atas 5 tahun. kalau sudah seperti itu selalu penyidik jadi memiliki keputusan yang sangat represif, luar biasa dan subyektif," kata Djuju. ***