MEDAN-Berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) dan pemerintah kabupaten/kota terbukti tidak mampu mencegah terjadinya praktik korupsi.

Hal ini terjadi karena seluruh kegiatan tersebut lebih mengutamakan asas formalitas dan pencitraan oleh pemerintah dan juga KPK.

Demikian disampaikan Pengamat Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Shohibul Anshor. Menurutnya kesalahan besar yang terjadi atas berbagai kegiatan bersama KPK dengan pemerintah daerah yakni pemaknaan kegiatan yang hanya terfokus pada aspek formalitas saja.

"Ini semua masih terjadi karena kegiatan dengan KPK itu semua bertumpu pada keinginan formalisme dan pecitraan. Disitu salahnya," katanya, Jumat (15/9).

Shohibul menjelaskan, bukti dari minimnya efek kegiatan koordinasi dan supervisi yang dilakukan oleh Pemprovsu, Pemko/Pemkab di Sumut dengan KPK tersebut terlihat jelas dari berbagai persoalan terbaru seperti penerimaan siswa bermasalah di SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 13. 

"Gubernur kan selalu bilan, PPDB Online diawasi KPK secara langsung. Buktinya apa?, Kenapa mereka berani melakukan hal itu. Itu karena mereka bisa mengukur kemampuan KPK. Saya mau bilang mentalitas "pencuri" itu karena dikit-dikit mereka berkilah diawasi KPK," ujarnya.

Menurut Shohibul, Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi harus mengurangi kebiasaan menyebut kebijakan mereka diawasi KPK. Menurutnya, pembenahan internal lebih baik dibanding mengandalkan pengawasan dari KPK yang notabene merupakan pihak luar.

"Tak perlu sebut-sebut KPK, kalau beres di internal tak perlu itu KPK. Ini juga untuk mendidik KPK agar tidak melambai-lambaikan prestasi kosong," sebutnya.