JAKARTA - Polemik kasus megaskandal korupsi yang melibatkan Setyanovanto yang juga adalah Ketua Umum DPP Partai Golkar mendapat tanggapan dari berbagai kalangan.

Salah satunya adalah Prof. Machfud MD. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang sejak awal mempersoalkan lahirnya Pansus Hak Angket DPR kepada KPK, menyorot pemecatan Ahmad Doli Kurnia, kader muda Golkar yang selama ini kritis menyikapi kasus e-KTP itu.

"Itu termasuk keberingasan dalam politik. Artinya dari sudut politik tindakan itu ingin melindungi seseorang dengan menyingkirkan orang orang yang kritis." ungkapnya.

Lebih lanjut Machfud menjelaskan, bahwa Golkar orientasinya begitu sejak dulu, tidak punya pendirian kuat. Siapapun yg pimpin, selalu ada tindakan kasar. 

Dulu saat pencalonan Pak JK jadi Wapres terjadi pecat memecat. Lalu pencalonan Jokowi terjadi pecat memecat juga. Sekarang kasus angket ada pecat memecat juga. Jadi biasanya, orang yg suka begitu (pecat) akan jadi korban (pecat) juga akhirnya. Kita lihat saja. Itu caranya bagaimana kita melihat tentang kearifan. Ada invisible hand atau kekuatan Tuhan dibalik segalanya.

Ditanya soal Novanto ajukan gugatan praperadilan, Machfud mengungkapkan bahwa itu adalah bentuk perlawanan. Tapi itu hak dia. "Pak Novanto boleh gunakan hak dia. Tapi saya berharap KPK tetap kokoh pada pendiriannya. Menurut saya ketika KPK menetapkan Novanto sebagai tersangka, alat buktinya sudah cukup," tukasnya.

"Menurut saya, sebelum gugatan praperadilan selesai, KPK ajukan saja perkaranya ke Pengadilan, kan gugur praperadilannya," tandasnya.

Sementara itu, Pengamat Politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti menilai seharusnya Partai Golkar melakukan evaluasi dibandingkan harus memecat kadernya, Ahmad Doli Kurnia yang menyuarakan reformasi di dalam tubuh partai.

"Ini tergantung langkah KPK, sekarang jika Setya Novanto tidak ditahan gejolak seperti Doli masih akan kuat. Sulit bagi Golkar untuk eksis bilamana ketua umum kena kasus, lebih realistis bila mereka melakukan evaluasi,"katanya.

Ray menilai, hal ini akan berpengaruh pada elektabilitas partai pada tahun politik 2018 dan 2019. Dia menyebut, sebelumnya Partai Demokrat pada 2014 suaranya anjlok karena Andi Malarangeng dan Jero Wacik ditahan karena kasus korupsi.

"Gejala umumnya orang hampir tidak pernah lolos dari tuduhan yang disangkakan KPK, jadi lebih baik diinternal partai diperhitungkan jalan keluarnya. Gejala umumnya Partai Demoktrat mengalami penurunan karena dua mentrinya ditahan. Lumayan suaranya turun pada pemilu 2014. Gejalanya seperti itu," tutupnya.***