‎MEDAN - Tragedi kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya di Myanmar mengundang simpati berbagai pihak termasuk tokoh lintas agama di Kota Medan. Selain mendesak penyelesaian konflik di Myanmar tokoh lintas agama ini juga menyepakati terbentuknya Komite Kemanusiaan untuk Rohingya. Pimpinan dan tokoh lintas agama yang terlibat dalam pembentukan Komite Kemanusiaan untuk Rohingya di antaranya, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Medan, Palit Muda Harahap, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan, Prof Mohammad Hatta, Ketua Majelis Budhayana Indonesia (MBI) Sumut, Edy Suyono, Ketua MBI Kota Medan, Sutopo, Sanggah Agung Indonesia (Sagin) Sumut, Bante Thitav Wangso, Wakil Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Medan, Selwa Kumar, Anggota MUI Kota Medan, Masri Sitanggang dan Kasat Intel Polrestabes Medan, AKBP B Siallagan.

"Apa yang dialami etnis Rohingya di Myanmar pasti kita rasakan juga di Medan. Kekejaman dan kebengisan yang dirasakan muslim Rohingnya menyisakan kesedihan dan memicu kemarahan umat islam lainnya di dunia. Tapi, peristiwa ini jangan sampai menimbulkan gejolak di Kota Medan," kata Ketua MUI Kota Medan, Prof Mohammad Hatta, Selasa (5/9/2017).

Krisis kemanusiaan yang sedang terjadi di Myanmar, ungkapnya, harus dihadapi tindakan konkrit. Seperti yang dilakukan pemerintah RI yang telah mengirimkan Menlu ke Myanmar. Desakan untuk melakukan boikot dan mengisolir Myanmar dari pergaulan dunia internasional merupakan pilihan yang harus tempuh dalam menyelesaikan konflik di sana.

Penyelesaian konflik, tidak cukup ditempuh melalui jalur diplomasi saja. Yang paling penting, bagaimana mendesak pemerintah agar segera membuka akses ke Myanmar agar semua elemen bisa turun langsung ke sana membantu mengurai konflik kemanusiaan yang tak pandang buluh ini.

"Komite Kemanusiaan Untuk Rohingya ini hakikatnya membuka akses ke Myanmar dengan jalan mendesak pemerintah. Kalau kita hanya menunggu di sini saja niscaya krisis kemanusiaan ini akan semakin berlarut,"ucap tokoh MUI Kota Medan, Masri Sitanggang.

Perwakilan SGI Sumut, Bante Thitav Wangso mengutarakan, pihaknya sangat prihatin dan mengutuk tragedi kemanusiaan yang melanda etnis Rohingya. Dalam ajaran Buddhis sebutnya, seorang bikhu harus mematuhi 227 peraturan menurut keyakinan mereka. Jika salah satu peraturan tersebut dilanggar apalagi sampai terlibat menghabisi nyawa sesama (manusia) bisa dipastikan tidak lagi dianggap sebagai Bikhu.

"Saat ini kami juga sedang mencari akses. Umat Budha Indonesia tidak menghendaki apa yang terjadi di Myanmar,"sesalnya.

Selain menuai kecaman, pembantaian etnis Rohingya juga mengundang protes dari berbagai elemen masyarakat di Kota Medan. Menurut informasi, dalam waktu dekat elemen masyarakat ini juga akan menggelar aksi di Medan.

Menanggapi hal ini, Kasat Intel Polrestabes Medan, AKBP B Siallagan mengimbau agar menyampaikan agar dalam menyampaikan aspirasi di depan umum tetap memegang prinsip damai. Meskipun, menyampaikan aspirasi dilindungi undang-undang (UU) situasi keamanan dan ketertiban masyrakata yang menjadi tanggungjawab bersama harus diutamakan.

"Muslim yang ada di Sumut khususnya Medan pasti merasakan apa yang dirasakan warga Rohinga. Jadi, kita juga harus ambil sikap," tukasnya.