MEDAN-Tidak dilakukannya penahanan terhadap 3 (tiga) terdakwa kasus dugaan korupsi ‎proyek revitalisasi Terminal Terpadu Amplas, Medan. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menilai Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) sedang mempertontonkan citra buruk penegakan hukum dihadapan publik.

Pasalnya, hanya bermodal pengembalian ‎uang kerugian negara dan mendapatkan jaminan. Ketiga terdakwa, masing-masing Tiurma Pangaribuan selaku ‎Direktur PT. Welly Karya Nusantara‎ sebagai rekanan, Khairudi Hazfin Siregar, ST sebagai Plt Kabid Pengawasan dan Survey Dinas Perkim Medan dan juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Team Leader Konsultan pengawas kegiatan, Bukhari Abdullah, hingga kini masih menghirup udara bebas alias tidak dilakukan penahanan.

Direktur LBH Medan, Surya Adinata mengatakan, pihak Kejati Sumut seharusnya menegak hukum dalam tindakan nyata pemberantasan korupsi secara profesional. Sebab, tindak pidana korupsi menjadi antensi bersama untuk dilakukan pemberantasan dan korupsi adalah kejahatan luar biasa. “Jika Kejati Sumut‎ membiarkan para koruptor hidup bebas tanpa ada memberikan efek jera atas perbuatannya, ini preseden buruk. Mencontohkan penegakan hukum yang buruk kepada masyarakat,” ujarnya.

Dikatakan Surya Adinata, pihak Kejati Sumut seharusnya berkaca dengan kasus korupsi lain, tidak dilakukan penahanan terhadap tersangka. Sewaktu-waktu tersangkanya tidak kooperatif dan melarikan diri. “Kalau sudah melarikan diri, para tersangka ini, siapa yang mau bertanggungjawab?,” ujarnya.

Mirisnya penanganan kasus korupsi ditangani Kejati Sumut dan juga menyayangkan sikap tembang pilih dan pilih kasih untuk penanganan kasus korupsi ditangani Kejati Sumut. Sementara, kasus korupsi ditangani Kejati Sumut para tersangka dilakukan penahanan. Namun, tidak berlaku pada kasus korupsi Terminal Amplas ini. “Harusnya, Kejati Sumut objektif dan sesuai dengan koridor hukum yang ada setiap menangani kasus korupsi,” kata Surya, seraya berharap Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan agar memerintahkan Jaksa melakukan penahanan terhadap ketiga terdakwa.

Sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Sumut, Sumanggar Siagian mengatakan tidak dilakukan penahanan terhadap 3 terdakwa dengan alasan para terdakwa sudah mengembalikan uang kerugian negara dan ada orang menjamin ketiga terdakwa.

Sekedar diketahui, ketiga terdakwa ‎dalam kasus ini sudah mengembalikan atau menitipkan uang kerugian negara kepada penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sumut sebesar Rp 400 juta, yang dititipkan ke rekening Kejaksaan untuk nantinya membayar uang kerugian negara.

Dalam proyek Terminal Terpadu Amplas tersebut, negara telah dirugikan oleh proses pengerjaan tidak sesuai dengan kontrak dan terkesan amburadul, yang dilakukan Dinas Perkim. Untuk kekurangan volume pada pekerjaan pembangunan revitalisasi Terminal Amplas 2015 diketahui jumlah kerugian negara sebesar Rp 491.104.883,49 penghitungan dilakukan oleh akuntan publik. Proyek di terminal ini dananya bersumber dari APBD Kota Medan 2015 sebesar Rp 5.651.448.000.

Terhadap tindakan para terdakwa disangka telah melakukan tindak pidana korupsi yang dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tandasnya.