JAKARTA - Anggota komisi IX DPR, dokter Adang Sudrajat meminta dengan tegas kepada pemerintah terutama Kementerian Tenaga Kerja agar meninjau ulang kebijakan upah murah sehingga dapat segera diakhiri. Kebijakan upah murah yang dikeluarkan 2 tahun silam, yang tertuang pada PP nomor 78 Tahun 2015, ternyata menjadi blunder bagi negara ini pada peningkatan kualitas perbaikan ekonomi rakyat terutama pada kemampuan daya beli.

"Saya melihat, pemerintah hendak memacu perbaikan iklim investasi di segala bidang, namun pada kenyataanya, PP Nomor 78 Tahun 2015 malah mengakibatkan para investor banyak menahan diri untuk berinvestasi," ucap politisi FPKS DPR ini.

Dokter Adang menambahkan, sejak peraturan pemerintah tahun 2015 tentang pengupahan ini diberlakukan, gini rasio semakin besar. Masyarakat dengan tingkat ekonomi paling rendah mengalami penurunan daya beli yang sangat drastis.

Penurunan daya beli ini terjadi begitu cepat, sehingga banyak menimbulkan kekahwatiran para pengusaha dan pemodal untuk menjalankan usaha produksi maupun investasi. Kekahwatiran ini lebih didasari pada pengembalian biaya investasi yang terancam tidak tercapai.

Fakta 2 tahun terakhir, pembangunan infrastruktur besar dan permanen banyak terlihat di berbagai daerah. Namun kenyataannya, iklim usaha yang diwarnai daya beli masyarakat yang rendah dan jumlah penduduk miskin yang masih tinggi dengan indeks internasional, PPP (purchasing power parity) 1US$ dan 2 US$.

"Tahun 2016, Bank Dunia menghitung bahwa 7,4 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi di bawah PPP US$ 1 per hari dan 49 persen di bawah PPP US$ 2 per hari. Ini menunjukkan bahwa hampir setengah penduduk Indonesia di garis kemiskinan dengan indeks 2 dollar," ketus dokter Adang.

Selanjutnya, legislator daerah pemilihan Kabupaten Bandung dan Bandung Barat ini menguraikan, PP tentang upah yang telah ditandatangani Presiden Jokowi pada 23 Oktober 2015 ini telah banyak menuai kecaman terutama kaum buruh.

Permerintah dalam berpegang PP tentang upah ini dinilai dokter Adang terlalu “over estimate”. Pasalnya, menurut dia, pemerintah menganggap PP No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan ini merupakan terobosan baru dalam regulasi pengupahan.

Terobosan yang dimaksud adalah adanya formula kenaikan upah minimum yang membuat kenaikan upah minimum setiap tahunnya menjadi baku dimana persentase kenaikan upah minimum adalah inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi.

"Saya menela'ah, bahwa kebijakan pemerintah tentang pengupahan ini telah memberi ruang luas bagi para pengusaha untuk memberikan upah murah. Karena kenyataan yang terjadi adalah, munculnya dampak multiefek termasuk stagnasi perekonomian secara menyeluruh. Oleh Karena itu, Pemerintah perlu meninjau secara detail dan serius semua regulasi tentang upah ini," jelas dokter Adang.***