JAKARTA - Revisi UU Haji dan Umrah diharapkan bisa menjadi solusi guna menertibkan Haji Ilegal. Hal ini diungkapkan para narasumber dalam dialog publik Koordintoriat Wartawan Parlemen, Selasa (15/8/2017), di Press Room DPR.

Dialog yang menghadirkan narasumber, Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PAN, Ali Taher Parasong, Wakil Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umroh dan Haji (Himpuh), Muharom Ahmad, Pengamat Haji dan Umroh, M Subarkah itu di moderatori wartawan Koran Sindo, Mula Akmal.

Menurut Ali Taher Parasong, memang persoalan haji sangat rumit dan perlunya ada penegasan dengan revisi UU.

"Saya ini mengikuti perkembangan setiap hari, memang ada haji yang bukan haji ilegal, tetapi keberangkatannya memakai Visa ziarah yang tidak sesuai dengan peruntukannya, maka itu dianggap ilegal. Jadi bukan hajinya tetapi prosedur keberangkatannya itu yang ilegal," ujarnya.

Hal tersebet kata dia, disebabkan 3 hal penting, pertama karena adanya waiting list yang lama. Kedua rasa rindu, kangen, kecenderungan motifasi untuk berangkat haji sangat kuat bagi pribadi-pribadi muslim, yang taat. Itulah sebabnya kata dia, ada orang kaya orang kaya tetapi tidak berangkat haji. Dan ketiga lanjutnya, adalah persoalan kewenangan memberikan izin menjadi bermasalah.

"Jadi saya dari kemarin menanggapi berbagai macam pertanyaan media masa maupun perorangan, saya katakan 3 hal itu. Whiting list yang lama itulah yang membuat kacau," tukasnya.

"Memang sekarang ini pemerintah kita alhamdulillah mendapatkan tambahan kuota 211 ribu ditambah dengan 10 ribu dari pemerintah Arab Saudi. Memang idealnya kalau kita diskusi dikomisi VIII itu paling tidak 250 ribu pertahun," tukasnya.

250 ribu pertahun itu, dari seluruh penduduk muslim yang bersangkutan ditambah dengan kebijakan pemerintah Arab Saudi. Dengan demikian kata dia, baru bisa menekan whiting list yang sedikit pendek .

"Jadi sekarang ini di sidrap itu semula sebelum ada penambahan 10 ribu daftar tunggunya sampai 41 tahun, tapi sekarang ini begitu sudah di kompersi dengan tambahan itu maka menjadi 35 tahun, 35 tahun itu juga masih dirasa terlalu berat," tukasnya.

Oleh karena itu, menurut pandangannya, setelah mengikuti perkembangan dari berbagai macam informasi yang diserap kseimpulannya adalah, memang minat masyarakat untuk pergi haji itu tidak bisa di bendung. Itu perasaan umat Islam sekarang, maka salah satu jalan adalah kerjasama antara pemerintah Arab Saudi dengan pemerintah Indonesia untuk melakukan pendekatan supaya menambah kuota, itu yang paling rasional atau objektif yang bisa kita tempuh," tegasnya.

"Yang kedua, menyangkut ilegal ini terkait dengan otoritas yang diberikan oleh siapa, biro perjalanan itu misalnya, juga akan mendapatkan kemudahan dari imigrasi, mustinya kalau orang berangkat ziarah itu, kemanannya juga harus jelas, karena orang awam hanya taunya Makkah dan Madinah," paparnya.

Oleh karena itu kata dia, mestinya pihak Kementerian Hukum dan Ham dan imigrasi juga jauh-jauh hari dengan Kemenag bekerja sama dengan bagian Imigrasi untuk melakukan pengawasan.

"Dan saya melihat bahwa pintu masuk legal itu, kadang terjadi memang karena prosedurnya. Pengawasan kurang dan lemah, ini yang benar-benar harus diperhatikan," paparnya.

"Jadi hemat saya, revisi UU itulah yang bisa mengatasi permasalahan haji dan Umrah ini," pungkasnya. ***