MEDAN - Guna menangkal penanaman paham radikalisme, kebencian, intoleransi dan persekusi di kalangan anak-anak baik di lingkungan keluarga, ruang publik, ruang kelas dan sekolah, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengimbau kepada semua pihak khususnya orangtua agar meningkatkan kewaspadaan. Menurut Ketua Umum Komnas PA, Arist Merdeka Sirait yang disampaikannya kepada wartawan di Medan, Senin (3/7/2017), setiap orangtua dan semua pihak sangatlah membutuhkan kewaspadaan dalam memberikan pemahaman tentang adanya perbedaan baik mengenai agama, suku dan lainnya. Sebab, jika penanaman paham radikalisme dan intoletansi ini dipaksakan dan tidak segera diantisipasi, maka dapat dipastikan akan merusak masa depan kebangsaan.

"Dengan demikian, sangatlah diperlukan pelurusan dan penyempurnaan pendidikan keagamaan kita dalam keluarga. Sebab Tuhan sendirilah yang menciptakan keberagamaan, dan perbedaan diantara manusia. Oleh sebab itu mengapa kita ajarkan kepada anak anti terhadap pebedaan termaksud beda agama, pandangan dan keyakinan. Maka tidak tepat dan harus dihentikan," ungkap, Arist Merdeka Sirait.

Jika hal itu tak dapat disadari, sambung Arist, sebagai orangtua dengan bungkus identitas agama masih mengajarkan paham-paham tersebut, justru dapat merugikan masa depan anak mereka sendiri.

Fakta dan data yang telah banyak dilansir media ke ruang publik, lanjut Arist, menemukan hampir 79.08% anak remaja memilih teman se-agama dan mengimplementasikan energitas kepahlawan remaja dilingkungan sekolah dan ruang publik dalam bentuk yang salah.

"Dan hampir 41 % anak atau siswa dan siswi SD, SMP dan SMK tidaklah lagi menerima pengajaran nilai-nilai kebangsaan, Pancasila sebagai basis mengimplementasikan semangat toleransi dan pluralisme," katanya.

Fakta juga ditemukan pengajaran terhadap anak-anak usia dini dalam lingkungan proses belajar mengajar di rumah dan di ruang kelas bahwa bahwa perbedaan pendapat, ideologi dan pemimpin, idelogi tidak pemimpin seagama dan sealiran harus ditolak.

"Paham-paham dan pengajaran yang menimbulkan kebencian, kekerasan dan pesekusi seperti inilah yang saat ini berkembang dengan cara dipaksakan terhadap anak," imbuhnya.

Maka dari itu, Arist berpendapat bahwa pemaksaan pandangan dan keyakinan atas identitas yang harus ditolak dan dari pandangan yang keliru inilah Anak Indonesia harus diselamatkan.

Secara Universal dijelaskannya, anak harus diselamatkan dan dilindungi dari segala bentuk eksploitasi, kekerasan dan kegiatan-kegiatan politik orang dewasa. Sebab dunia anak adalah dunia bermain, sekolah, mendapat rasa nyaman dari lingkungan pengasuhannya.

Kasih sayang dan cinta kasih dan bukan justru dilibatkan dalam dunia yang bertentangan dengan tumbuh kembang anak seperti melibatkan anak dalam aksi demonstrasi yng tidak bertalian dalam kepentingan terbaik anak.