MEDAN - Indonesia kini tengah mengalami defisit dosen bergelar guru besar atau profesor. Jumlahnya, hanya mencapai angka 17 ribu. Hal ini juga dirasakan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Sumatera Utara (Sumut). Sebab, hanya memiliki profesor tak sampai 50 orang. Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut Prof Dian Armanto mengungkapkan, hingga saat ini guru besar atau profesor yang terdaftar berjumlah 43 orang.

Menurutnya, jumlah guru besar tersebut belum ideal dibanding dengan jumlah PTS yang ada sekitar 264.

“Jumlah ideal guru besar di PTS minimal 30 persen,” ujar Prof Dian via ponselnya, Jumat (9/6/2017).

Diutarakannya, selain belum ideal jumlah guru besar yang ada di PTS Sumut, peningkatannya tidak signifikan. Berdasarkan data perkembangan terakhir, tahun 2014 ada 30 guru besar. Lalu, tahun 2015 ada 37 orang dan tahun ini ada 43 orang.

Meski begitu, terdapat calon guru besar atau dosen yang berpendidikan doktor sebanyak 356 orang. Sedangkan berpendidikan S2 sebanyak 5.362 orang dan S1 2.827 orang.

“Kondisi ini tentu akan mempengaruhi daya saing. Penyebab utama kurangnya jumlah guru besar meski jumlah dosen yang bergelar doktor sudah banyak, karena masih sedikit yang melakukan penelitian,” beber Dian.

Sebelumnya, Kemenristekdikti menyampaikan bahwa kebutuhan profesor mencapai 22 ribu orang. Namun, saat ini jumlah dosen bergelar guru besar hanya sekitar 5 ribuan orang (5.389).

Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti menyatakan, beragam cara dilakukan pemerintah untuk mendongkrak jumlah profesor. Diantaranya mengubah total skema dari manual menjadi online. Dengan kata lain, pengajuan guru besar yang semula dua sampai enam tahun kini tinggal dua bulan saja.

Dijelaskannya, pada 2015 lalu jumlah guru besar di Indonesia mencapai 4.600 orang. Kemudian, setelah dilakukan perubahan birokrasi pengusulan guru besar, dalam dua tahun terakhir bertambah menjadi 5.389 orang.

“Diharapkan ke depan ada percepatan penambahan jumlah profesor di Indonesia,” tuturnya.

Dikatakan dia, untuk menjadi profesor membutuhkan dorongan dari diri sendiri. Salah satunya adalah dorongan untuk melakukan penelitian dan publikasi ilmiah internasional.

“Kemenristekdikti mengeluarkan regulasi untuk mendorong para dosen lektor kepala meneliti. Tujuannya, supaya bisa menjadi bekal pengusulan guru besar,” tukasnya.